Opini (KM)--Air Mata dan darah terus mengalir seantero tanah Papua Barat, selama 54
Tahun Papua diitegerasikan ke dalam NKRI kekerasan belum berakhir
periode demi periode, masuk lagi reformasi namun kekerasan dengan
kekuatan militer belum juga memberikan sebuah keadilan bagi Rakyat Papua
Barat.
Sungguh ironis dan sangat mengerikan nasib Bangsa Papua
Barat, mengapa keadilan di tanah Papua kian mahal untuk dinikmati,
apakah manusia Papua di tanah Papua itu ditempatkan oleh Tuhan untuk
dimusnakan dari tanahnya sendiri? atas nama pembangunan atas nama
penegakan hukum orang Papua terus menerus dibantai dari tahun ke tahun,
berawal dari tahun 1963 sampai detik ini harapan hidup masa depan akan
cucu bangsa Papua terancam Punah.
Keadilan kedamaian di tanah
Papua terlalu mahal untuk dinikmati oleh rakyat Papua Barat seperti
manusia lain di muka bumi ini. Negara tidak menjami keselamatan
rakyatnya, Rakyat Papua barat terus menyerit kesakitan darah dan air
mata terus mengalir.
Hukum Indonesia tidak Berpihak Kepada Rakyat Papua
Atas nama penegakan Hukum rakyat Papua Barat terus di korbankan atas
nama pembangunan rakyat rakyat Papua terus menjadi minioritas di
tanahnya sendiri. Pembangunan menjadi topeng untuk merampas hak Tanah
rakyat Papua Barat. Periode demi Periode terus sili berganti belum
memberikan dampak yang postif bagi rakyat Papua Barat, Pemerintah
indonesia terlihat bagus dari kulitnya namun didalamya penuh dengan
anjing galak, begitulah pemerintah dan TNI/POLRI terlihat baik dan di
media masa selalu mempublikkasikan tentang pembangunan dan kesejahtraan
namun dalam perakteknya pembangunan, kesejatraan, dan penegakan hukum
hanya topeng melegalkan pemerintah Indonesia melakukan penindasan dan
pembantaian serta perampasan tanah adat terus berjalan.
Kematian Rakyat Papua Terencana
Peraktek pemusnahan Manusia Papua dilakukan oleh pemerintah dengan
berbagai peraktek secara sistematis dan terustruktur, melegalkan
pengiriman minuman keras dari luar Papua dengan lebel khusus, penualan
Minuman keras secara bebas di berbagai kota di Papua dengan alasan bahwa
minuman keras menghasilkan pendapatan Daerah PAD yang lebih besar bagi
kabupaten kota di Papua. Pada hal minuman keras berpengaru tingginya
angkah HIV di Papua dan juga meningkatnya pembunuhan dan hancurnya kasus
moral manusia Papua.
Pembunuhan melalui Pengobatan gratis dan
Keluarga Berenca (KB) sebenarnya KB tidak layak untuk di terapkan di
Papua karena Jumlah Manusia Papua lebih kesil dibandingkan manusia di
Pulau luar Papua, dampak memperlakukanya KB terhadap usia masi produksi
anak dan memberikan kebebasan atau peluang untuk orang melakukan
hubungan seks bebas karena tidak mukin hamil, akhirnya angka HIV
terhada Ibu-ibu rumah tangga dan remaja sangat tinggi.
Pembunuhan
melalui tima panas dengan stikma separatis, Gerakan Pengacau Keamanan
(GSB) Kerakan Sipil Bersenjata (KSB), Kerombolan, Orang Tak Dikenal
(OTK) dan lain –lain Sitikma ini selalu dipakai oleh pemerintah dan TNI
POLRI untuk melakukan peraktek pemusnahan manusia Papua, Setiap orang
asli Papua bebrbicara Demi Keadilan dan Kebenaran serta berteriak atas
Tanah mereka dirampas atau menguasai oleh pemerintah selalu
menistikmakan Separatis pada akhirnya mereka harus ditembak mati dengan
senjata, alat negara dengan alasan menghambat pembangunan, selain itu
selalu mengistikmakan separatis dan GPK, KSB, OTK dan lain-lain.
Papua Jadikan Ladang bagi Proyek TNI Polri
Tidak ada separatis dan teroris di Tentara Pembebasan Nasional Papua
Barat TPNPB dan TNI/POLRI Aparat Indonesia, yang ada hanya itu saja.
Rakyat Papua yang selalu tuntu hak penentuan nasib sendiri yang secara
legal dilindungi oleh hukum internasional. Separatis dan Teroris
diciptakan oleh NKRI untuk mengkelabui perjuangan legal orang Papua
Barat, juga diciptakan oleh Aparat Indonesia TNI/POLRI yang memiliki
nafsu teritori atau kekuasaan TNI/ POLRI bersama perintahan Indonesia.
Pengalian atau Stigmanisasi adalah langkah yang selalu dipake oleh
Negara Republik Indonesia untuk membungkam Perjuangan Papua Merdeka.
Sebelumnya, sejak proses aneksasi Papua oleh Indonesia, stigma “hitam,
keriting dan bodoh” telah dipasang sejak lama dan memasung pikiran dan
ruang gerak Orang Papua sejak operasi Trikora 19 desember 1961 hingga
hingga saat ini 2015, perjuangan Papua makin mengkistal dan mendapat
tempat di akui oleh regional dan di dunia international.
Indonesia gencar dengan promosi program sebagai bentuk keseriusan
pemerintah membangun orang Papua tapi dengan memasang berbagai stigma
telah terjadi pemutarbalikan fakta dan pembohongan yang dinilai.
Indonesia dinilai gagal dalam membangun manusia Papua. Indonesia dinilai
tidak mampu bahkan tidak memiliki itikad baik sedikitpun untuk
membangun manusia Papua. Selain itu kini menerapkan OTSUS, UP4B, OTSUS
PLUS dan PROSPEK atau Pemerintahan Papua merupakan sebuh sitem yang akan
menghancurkan masa depan dan harapan hidup orang papua.
Ketidakmampuan negara dalam mengatasi gejolak politik Papua Merdeka
dengan memberikan stigma kepada Orang Papua dinilai merupakan sebuah
konspirasi licik bahwa Indonesia menunjukan dirinya semakin tidak
berdaya menghadapi Gerakan. Papua Merdeka.
Penulis : Sekretaris I Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat.
0 thoughts on “Darah Orang Papua Terus Membara & Keadilan Kian Mahal ”