Tragedi di Tolikara. |
Jayapura,
(KM)---Yayasan Lembaga Swadaya Masyarakat
(YLSM) wilaya Meepago, Servius Kedepa
mengatakan status tanah Adat milik Serikat FAM/Marga Papua dan Papua Barat akan
segera ditinjau kembali, akibat terpuruknya situasi kemanusin yang terjadi di
akhir-akhir ini, tertutama inseden di Tolikara yang mengakibatkan beberapa anak
Adat Papua mengalami luka-luka dan satu anak yang berumur (15) mengalami
kematian.
“Begitu
banyak peristiwa yang membungkam manusia, terutama masalah di Tolikara, hanya
karena membakar kios, yang tepat berdekatan dengan moshola. Akhirnya menjadi
perdebatan yang serius. Akibat dari, itu, manusia sebagai manusia Adat
mengalami korban yang sadis,”kata Ketua YLSM Wilaya Meepago yang dirilis
melalui Facebook, (22/07).
Kata
Kedepa, Berdasarkan pengalaman pahit yang diderita Orang Asli Papua (OAP) sejak
1 Mei 1963 hingga 21 Juli 2015 ini, Orang Asli Papua telah dipaksakan presiden
Soekarno untuk memusnahkan manusia dengan cara genocide & penembakan kilat terencana, segera meninjau kembali tanah adat serikat Fam di Papua dan Papua
Barat,”jelasnya.
“karena
selama ini, Iki Beurit dan WNI lainnya, setia menonton berbagai aksi kekerasan
Negara dan kejahatan kemanusiaan yang sedang dilancarkan terhadap Orang Asli
Papua (OAP). OAP di tanah Papua. saudara harus tahu, waktu penderitaan OAP pun pasti akan mendekat
di mata. Dan akan berakhir,”katanya.
Menurutnya,
mushola di Tolikara bukan dibakar. Tetapi, saat itu, yang dibakar adalah kios. Tetapi, mushola juga berdekatan adanya dengan
kios-kios, akhirnya ikut terbakar. Kata dia, terbakar mosolah itu, ada permainan politik di
pasaran dunia humanis yang telah dan sedang dipromosikan antara lain melalui
aksi penembakan brutal di Paniai, Yahukimo, Dogiyai dan Tolikara,”pungkasnya.
“semua
ini para pelakunya belum pernah diekspos di media Indonesia, baik media lokal,
nasional maupun internasional. Ada apa,”pungkasnya.
Ia
menilai, terjadi kebaran itu, karena tanah Papua telah dianeksasi ke dalam NKRI
secara paksa oleh Belanda, Amerika Serikat dan Paus Roma di bawah kontrol PBB
dalam 1969 melalui PEPERA, maka Orang Asli Papua selaku pemilik tanah adatnya
telah mulai dimusnahkan melaui dua cara yang telah diketahui, yakni genocide & penembakan kilat terencana
oleh pasukan gabunganTNIi/Polri.
“seperti
diantaranya adalah peristiwa Paniai Berdarah di Pasir Putih 1969, Wamena
Berdarah 1977, Paniai Berdarah 1980-an, Biak Berdarah, Wasior Berdarah, Paniai
Berdarah 8 Desember 2014, Yahukimo Berdarah, Dogiyai Berdarah 25 Juni 2015 dan
Tolikara Berdarah 17 Juli 2015. Selain itu, kata kedepa, juga telah ditemukan
beberapa mayat di Indonesia Bagian Barat seperti salah satu diantaranya adalah
Alm. Melianus Magai, seorang mahasiswa Papua telah dibunuh Orang Tak Dikenal
(OTK) di Bandung, 22 Juli 2015,”jelasnya.
Ini Sikap, Pertimbangan
Umum Bagi Kepala-Kepala Perwakilan Serikat Fam Asli Papua Barat
Diminta
kepada seluruh Pimpinan Serikat Fam Asli Papua Barat selaku pemilik tanah
adatnya agar seluruh tanah Adat yang telah, sedang dan akan dipakai oleh
pemerintah, perusahaan dan masyarakat pendatang dari Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku segera ditinjau kembali dalam
proses penyerahannya berdasarkan pengalaman yang baru saja terjadi di Tolikara,
Karubaga 17 Juli 2015.
Orang
pendatang telah didizinkan lokawi bangun mushola dengan hati yang baik tetapi
telah dibayar dengan darah Wendi Wanimbo. Ini pelajaran penting yang harus
dipelajari secara mendalam untuk ditindaklajutinya.
Lihat
saja. Mushola di Tolikara ini tidak dibakar langsung oleh jemaat GIDI yang
melaksanakan KKR, saat itu. Sebenarnya, MUSHOLA kecil ini ikut terbakar karena
dekat dengan bangunan kios di Tolikara. Tetapi, dalam penanganannya, langsung
ditanggapi Presiden Republik Indonesia Jokowi dan wakil presiden JK, KAPOLRI,
Panglima TNI, Panglima sampai kepada kelompok Pasukan Jihad di seluruh
Nusantara. Pada hal manusia-manusia asli Papua yang langsung ditembak di tempat
oleh TNI-POLRI di Paniai, 8 Desember 2014 dan lain-lainnya tidak pernah
ditanggapi oleh semua pihak di Indonesia karena presiden Indonesia Jokowi-JK
tidak izinkan terutama para jurnalis di tingkat lokal, nasional dan
internasional.
Apa
untungnya, bila seluruh tanah adat di tanah Papua diserahkan untuk orang-orang
Indonesia? Sedangkan perlakuan para petinggi NKRI sampai kepada umat muslim
Nusantara sudah diketahui sejak mushola terbakar di Tolikara, 17 Juli 2015.
Rekomendasi
1.)
Tanah Adat milik Serikat Fam Asli Papua dan Papua Barat tidak dizinkan untuk
diserahkan kepada para pengguna baik perorangan, keluarga maupun atas nama
organisasi. Karena seluruh tanah Adat yang ada di tanah Papua ini telah
diciptakan Tuhan Allah (Ugatame)
untuk Orang Asli Papua tinggal.
2.)
Untuk wujudkan impian Papua Tanah Damai yang dipromosikan pemerintah Indonesia
di tanah Papua dan Papua Barat, PBB diminta segera kirimkan Komisi HAM PBB
Urusan Pembunuhan Kilat Terencana ke Papua disusul pula dengan Pelapor Khusus
dan Dewan Keamanan PBB pada kesempatan pertama. Karena para pimpinan Gereja dan
intelektual lainnya di Papua diduga tersangka di catatan intel untuk kasus
Tolikara, 17 Juli 2015.(001/KM)
Penulis
: Ketu Yayasan Lembaga Swadaya Masyarakat, (YLSM) Wilaya Meepago, Servius
Kedepa
0 thoughts on “YLSM: Status Tanah Adat Milik Serikat FAM Papua dan Papua Barat, Segera, Ditinjau Kembali, Akibat Terpuruk Situasi kemanusiaan”