Pertanyaan terpenting untuk diajukan ke diri sendiri setiap waktu adalah apakah kita melakukan hal yang tepat? Selama periode kehidupan singkat yang kita sebut kehidupan, apakah tindakan kita sesuai dengan keinginan daya yang mengirim kita ke dunia? Apakah kita melakukan hal yang tepat?
“Saat berada pada situasi sulit, saya minta Tuhan membantu saya. Namun, kewajiban sayalah untuk melayani Tuhan, dan bukan kewajiban-Nya untuk melayani saya. Segera setelah mengingatnya, beban saya menjadi ringan”. John Ruskin.
Kita lihat dan simak pembantaian diatas pembantaian, pembunuhan diatas pembunuhan, penculikan diatas penculikan, dan segalah jenis kekerasan kemanusiaan oleh NKRI melalui aparat TNI dan POLRI terhadap kami Orang Asli Papua (OAP), entah sampai kapan? ditanah Papua!
"Kami bukan deparatis, kami bukan kiriminal, kami bukan pemberontak. Kami berjuang untuk negeri kami. Cap-cap konyol seperti yang Anda bilang lewat telefon pada tanggal 09 februari 2016 kemarin itu hanya mau menyembunyikan kelakuan biadap yang kau lakukan kepada kami selama ini. Tunggu waktu main kita akan lihat di saat bola itu bergulir di lapangan”. Ujar Step Pigai.
Watak kolonial yang kau tanam itu dapat kami tau, kami tau apa yang sedang kau lakukan, kami tau maka kami berdiri dan akan terus berdiri mempertahan ideologi kami, memperjuangkan apa yang kami inginkan. Papua merdeka harga diri orang papua.
Kau boleh saja menerol kami, kau boleh saja menangkap dan menganiaya kami, kau boleh saja memenjarakan kami, kau boleh saja membunuh kami tapi ideologi kami tidak akan pernah mati atau punah.
Semua praktek-praktek kolonialisme itu jelas terjadi sebagai lagu-lagu lama yang terus berbunyi. Kami akan terus melawan karena kami tahu kebenaran itu ada di pihak kami.
Siapa dia anak ras Melanesia yang lahir dan dibesarkan asal leluhurnya dari bumi Cendrawasih atau Papua Barat. Tak tergerak hati ketika melihat penindasan pembunuhan dan segala jenis kekerasan berarti segera doa adat agar tahu diri siapa diri kita? Kita dimana? Mau buat apa?
Haram juga legalkan, buah, buahan haram dipetik makan dan di telan, barang haram menjadi darah dan daging dalam tubuh OAP. Maka, manusia menjadi saksi bisuh ketika semua ini mereka lakukan pada kita.
Material yang diberikan Indonesia Melayu kepada OAP adalah pemenuhan kebutuhan manusia, entah pribadi, keluarga dan kelompok namun mereka berikan atas nama dan diatas perjanjian darah dagin kadankala inilah yg kita waspada, mereka buat kita jd mental ketergantungan dan akhirnya hidup, mati serta nyawanya ada di tangan mereka atau penjajah enta kapan? Semuanya OAP tetap jadi korban!
Tugas OAP waspada virus-virus masa kini dan jangan relahkan diri kita dibunuh dan dibantai karena otomat bagi kita akan kematian itu tetap ada dan sedang menanti kita OAP. Murni Papua lalu mati lebih baik dari pada kena virus NKRI lalu mati!
Realita hingga kini menunjukkan bahwa kekerasan oleh aparat keamanan di Papua masih sering terjadi. Keseringan kasus kekerasan itu membuktikan akan adanya rantai kekerasan yang hingga kini belum diputuskan. Kasus-kasus kekerasan tersebut mengingatkan pengalaman kolektif masyarakat atas penderitaan dan trauma masa lalu dan bila terus terjadi, maka akan menjadi suatu catatan panjang penderitaan. Oleh karena itu, pengalaman yang telah ter-save dalam benak kolektif masyarakat Papua tersebut tentu akan menjadi sesuatu yang amat sangat sulit diselesaikan oleh negara.
Aku Ingin Bebas
Terkadang Mata tak mampu melihat dan telinga tak mampu mendengar hingga mulutku pun tak mampu bersuara, bisikan suara dan perasaan yang dirasakan oleh diriku, bagaikan aku memang buta, tuli dan mono seperti sebuah batu yang diinjak-injak oleh beribuh pengendarah.
Aku Manusia bukan lagi batu tetapi mengapa aku seperti batu itu? Apakah aku sadar dengan hal ini? Tentu aku manusia yang dapat melihat, mendengar dan bersuara. Menjadi pertanyaan terhadap diri kita masing-masing, agar jauh lebih kita sadar hingga memaknai arti jajahan ini karena halusnya sistem jajahan colonialis Indonesia, tentunya mematikan karakter, prinsip dan kesadaran kita melalui berbagai cara yang diperlakukan yakni “Suapan dan kata-kata manisnya” oleh Negara Colonialis Indonesia.
Ketika ada penyiksaan, pembunuhan terhadap OAP jangan pernah kalian marah atau lampiaskan emosi di sosmed karena di dalam sosmed ini bukan tempat untuk menyelesaikan masalah kasus pelanggaran HAM. Dan jangan pula kau melaksanakan aksi menuntut keadilan dan manuntut penuntasan dari pemerintahan NKRI karena pemerintahan kolonialisme tidak akan perna peka dan tdk akan pernah mau bertanggung jawab atas seluruh masalah pelanggaran HAM.
Kalau kalian memang marah dan terpancing emosi coba lakukan tindakan yang bermanfaat supaya tidak ada lagi kekerasan terhadap OAP. Jalan satu-satunya adalah mari kita ambil anak panah dan busur untuk mengusir para penjajah dari tanah Papua, dengan cara begitu seluruh kekerasan,penindasan, pembunuhan, pemerkosaan dan lain-lain akan stop.
Memandang betapa indahnya alamku Papua yang sedang hancur oleh penjajah Kolonial Indonesia, kapan kau melihat kejahatannya penjajah yang sedang hancur tempatmu dan kapan kau bertindak atas kehancuran tempatmu,makanlah mereka yang sedang jual dan sedang hancurkanmu secara kejahatanmu dan selamatkanlah alam dan manusia yang tersisah diatas tanahmu jadikan di bawah perlindunganmu menjadi tanah damai, tanah sakral dan menjadikanlah tanah ulayat orang Papua.
Dimana keadilan? Dimana hukum Indonesia? Apa pun kesalahan seharusnya adili dengan hukum yang berlaku. begini penegak hukum Kolonial? Perlakuan ini tidak manusiawi, sekalipun kamu polisi pasti kamu juga berbuat kesalahan yang sama. Sekalipun teroris atau penjahat kemanusiaan dan orang gila juga tidak bisa diperlakukan seperti ini.
(Penulis adalah Mahasiswa Papua)
0 thoughts on “Nasib Hidup Orang Asli Papua”