Brosure undangan. (Foto: Zuzan.Ist) |
Yogyakarta, (KM)- Komunitas
Perempuan Papua (KPP), Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (09/09), kembali mengadakan diskusi
terbuka, dengan tema, “Saatnya Perempuan Papua Bangkit dan Bersuara”. Kegiatan ini berlangsung di asrama
Bintuni, Babarsari, belakang Kampus I YKPN.
Zuzan Crystalia Griapon, menjadi
moderator dalam diskusi kali ini dengan topik “Mengenal lebih dekat perempuan Mamta” dan mempersilakan kepada penyaji materi
tentang kehidupan perempuan di Mamta yang dibawakan oleh Yoha Pulalo.
Yona Palalo adalah mahasiswi
pascasarjana Univesitas Gadjah Mada Yogyakarta, juga sebagai salah satu guru
relawan Papua.
Dalam diskusi tersebut, mereka
menggangkat masalah penindasan perempuan Papua pada umumnya dan lebih khususnya
Perempuan-perempuan di wilayah adat
Manta. Wilayah adat Mamta merupakan wilayah adat sekitar Jayapura. Wilayah adat
Mamta juga merupakan wilayah adat terbesar dengan 87 suku. Wilayah Mamta terdiri
dari: Port numbay, Sentani , Sarmi, dan
Keroom.
Secara garis besar, Yona
menyampaikan kehidupan perempuan- perempuan Papua di wilayah adat Mamta,
kemudian mempersilakan peserta diskusi untuk menyampaikan pendapat berupa tanggapan,
pertanyaan serta solusi.
Dalam diskusi tersebut, mereka
(perempuan) menentang semua penindasan-penidasan terhadap perempuan yang atas
namakan nilai-nilai adat istiadat dan
pembangunan yang mana laki-laki berada pada kedudukan tertinggi dalam segala
bidang.
Mereka berpendapat bahwa, Laki-laki dan perempuan berada di muka bumi
ini ada tugasnya masing-masing, masing-masing ada jatahnya. Akan tetapi
marginalisasi terhadap perempuan Mamta, secara terang-terang terjadi. “Budaya
patriarki itu benar-benar dirasakan oleh perempuan-perempuan di Mamta,” tegas
salah satu mahasiswi yang juga berasal dari Manta saat dikusi berlangsung.
Katanya, tanah adat dijual
oleh laki-laki, perempuan tidak dapat
berbuat apa-apa, tempat bercocok tanam mama-mama sudah mulai tergeser. Padahal nenek moyang berpesan untuk melindungi
tanah, akan tetapi apa yang terjadi, tanah dijual. Hal ini berdasarkan kenyataan yang sedang dialami saat ini di
Mamta, tanpa keterlibatan perempuan didalamnya.
Hal ini bertolak belakang, yang
seharusnya laki-laki yang menjaga tanah adat, tetapi mala sebaliknya
perempuan berusaha untuk melindungi
tanah adat mereka. Niat baik perempuan Mamta untuk melindungi tanah mereka
namun mereke (perempuan) tidak ada nilainya didepan laki-laki Mamta.
Sementara itu, mereka juga berpendapat bahwa tulang punggung
warga itu ada di perempauan. Mereka juga menolak keras terhadap budaya patriarki.
Perempuan tidak ada ruang dan hak
untuk bersuara demi tanahnya sendiri, perempuan ditindas oleh nilai budaya itu
sendri. Ruang lingkup perempuan sangat sempit. Perempuan terus ditindas. Hal
ini Karena adanya nilai-nilai budaya setempat yang masih melekat.
Menurut mereka, kesadaran kritis itu
harus ada di Perempuan Papua. Tanah dan manusia Papua ada ditangan Perempuan
Papua. Kami perempuan Papua sangat merasakan penindasan. Namun , tidak menutup
kemungkinan, bahwa suatu saat nanti perempaun akan hadir sebagai pengambil
keputusan akan tetapi hal ini
membutuhkan waktu yang panjang.
Sementara itu, seperti yang dikutip
oleh media ini, saat diskusi berlangsung, ada beberapa penindasan yang terjadi
terhadap perempuan Papua pada umumnya dan khususnya perempuan Mamta, diantara:
Perempuan ditindas oleh budaya itu sendiri, laki-laki menduduki kedudukan
tertinggi disegala lini, Perempuan tidak mendapat kesempatan dalam menyuarakan
tanahnya, Pengambil keputusan dalam segala hal dilakukan oleh laki-laki,
Perempuan menindas perempaun atas dasar nilai-nilai adat, Tanah itu adalah
mama, tetapi kenyataannya adalah tanah itu bapak, Penduduk asli mulai tergeser,
lahan-lahan milik mereka dijual oleh laki-laki. Orang asli menyinggir atas nama
pembanggunan.
Moderator diskusi, Zuzant
mengatakan, diskusi ini ruting dilakukan perminggu sekali, untuk minggu besok,
kami akan mengadakan dikusi dengan topik: Mengenal Lebih dekat
Perempuan-perempuan Meepago.
Untuk itu, lajut Zuzant, kami
mengharapkan keterlibatan laki-laki untuk menghadiri setiap diskusi kami adakan
perminggu sekali.
(Manfred/KM)
0 thoughts on “Ini Hasil Diskusi KPP: Mengenal Lebih Dekat Perempuan Mamta”