Foto Rakyat Papua Menangis Karena Ribuan Rakyat di Bunuh/ Ils Design Alfrid D |
Oleh : Marinus Gobai
Opini --- Kita
telah menyimak bersama transkrip pidato yang begitu hebo pada bulan september
2016 lalu. Pemilik transkrip naik tangga menjadi pucuk daun atas apa yang ia
sampaikan sejak itu. Warga disambut dengan rasa bangga atas membela kedaulatan
atas bangsanya pada sesi itu. Akankah diplomat yang dijanjikan ala mereka itu
akan tumbang di sesi lanjutan ?.
Konon,
dikira kaum lemah dan sedang dijajah maka dimanfaatkan kata konotasi peyoratif
untuk bidik hati para pemimpin-pemimpin dunia lain. Hanyalah mimpi siang
bolong?. Diplomat mudah itu tidak sadar akan perkembangan dunia teknologi
canggi sehingga apa yang sedang terjadi di Papua bisa disembunyikan?
Banyak
pendapat mengenai definisi kata teroris namun belum ada kesimpulan tepat.
Kadangkalah secara politik kata itu dimanfaatkan oleh elit-elit untuk menekan
kaum pejuang kebenaran. Padahal kelompok pejuang wajib memberikan hak – hak
untuk berdaulat dan berserikat, namun kebebasan mereka tetap dilabeli dengan
konotasi negatif seperti separatis dan teroris.
Rakyat
sudah menerima stigma di podium terhormat itu, namun ada sesi- sesi lanjutan
yang negara harus bertanggung jawab. Gimana aksi reaksi dari tamparan keras
dari enam negara di Pasifik itu. Terlebih dahulu kita kenal duli siapa teroris
benaran aparat red, atau ULMWP dan aksi raksi dari Indonesia .
Terorisme Negara (State
Terorism)
Terorisme
negara (State Terorism)(1), kata teroris
dalam transkrip pidato hebo itu bukan kata baru. Teroris benar–benar gerakan
global yang harus dibasmi sedini mungkin karena kejamnya dan tindakannya.
Tindakan mereka tak mengenal anak, keluarga, kawan dan lawan diserang habis -
habisan.
Sekedar
diketahui, perkembangan teroris piaran negara(2). Dialektika perkembangan
teroris utusan negara sebelumnya mempertahankan keutuhan negara, sebaliknya
negara dan keamanan menindas dan membunuh orang–orang sipil. Aparat organik dan
non organik bahkan densus 88 hadir di bumi cendrawasih untuk upaya basmikan
semua makhluk hidup yang ada. Inilah para “anti” teroris berubah menjadi pelaku
teroris.
Bagi
orang Papua stigma baru itu tidak heran lebih khususnya para pejuang. Stigma
itu telah lama ada namun baru pertama kali diucap dipodium terhormat sehingga
upaya baru untuk dibasmikan mereka diatas negerinya. Terorisme negara aksinya
telah lama berlangsung melalui genosida gerak lambat korbannya tak terhitung
jumlahnya melalui operasi-operasi militeristik dilakukan seperti penyisiran,
pembakaran rumah dan pembunuhan. Aksi-aksi terakhir mereka warga pribumi di
tembak mati di Manokwari Papua Barat.
ULMWP Teroris Fundamentalis ?
Diketahui
saja, Negara Papua Barat telah dideklarasikan sejak 1961 dan gerakan perlawan
pertahanan gerakan bawah tanah dari organisasi Papua Merdeka (OPM) telah
didirikan pada tahun 1971 di kampung Waris sampai terbentuk wadah baru untuk
memperjuangkan hak-hak yang dirampas oleh bangsa lain. OPM itu di daur ulang
pada tahun 2014 di Saralana Port Vila Vanuatu.
Bagi wilayah–wilayah
sedang dijajah oleh bangsa lain bagaimanapun kelompok radikal tetap dicap
sebagai teroris. Para pejuang kebenaran kata ini diterima dengan lapang dada
mengejar keadilan seutuhnya seperti pejuang bangsa Palestina (HAMAS), IRA (Iris
Republica Army), Brigade Merah Italia, Kadafi dan Papua Barat (ULMWP).
Tak
herang bagi orang – orang pribumi, sebab kata itu balas dendam dan dicuri dari
Negara Israel terhadap palestina sehingga amara itu lampiaskan kepada Bangsa
Papua di Malanesia. Namun salah sasaran Israel tak ada hubungan apa – apa
selain hubungan kitab suci.
Aksi-aksi
perjuangan orang Papua ditawarkan dengan perjuangan jalan damai. Tidak seperti
yang dituduhkan oleh diplomat mudah itu. Tentara Nasional Papua Barat (TPN-PB)
bisa membedakan siapa lawan, siapa kawan, sasaran penembakan kepada siapa. Para
gerakan damai lain seperti kelompok moderat seringkali ajak dialog dimediasi
pihak ketiga, cuek namun ajakan itu ditepis dengan materialisme. Mereka bukan
pejuang terorisme fundamentalis akan tetapi mereka pejuang bangsa yang hilang diatas negerinya.
Aksi –
Reaksi Lanjutan
Disela–sela meningkatnya
eksklasi politik pihak kolonial tak akan diam disitu, akan bangkit melalui
cara- cara lain maka akan gunakan taktik filosofi hidup tiga nga menurut bahasa Jawa.
Yaitu ngalih, ngamuk dan ngala.
Pertama
Ngali(1) pemimpin pemerintahan Republik
Indonesia telah bangkit melalui cara lain yaitu pembangunan dan kesejateraan
untuk meredam keinginan kemerdekaan. Baru- baru ini melalui pemerintah
diberikan “harga BBM setara dengan Jawa” di Papua. Betapa kagumnya negara
korbankan Rp 800 milyar untuk Papua. Anggapan salah–satu jalan keluar meredam
keinginan untuk merdeka, dalam waktu dekat juga ULMWP akan di terima menjadi
anggota tetap di Malanesian Sperhead Groub (MSG).
Kedua
Ngamuk(2) : Tak terhitung pujian –
pujian beribu “like” itu berujung pada pukulan keras, tamparan atas kedaulatan
bangsa-nya sehingga dikit demi mulai tercerai berai. Dikira kehebatan dan
kemenangan yang ditonjolkan bersamaan kecantikan ala mereka. Bagi elit menerima
dengan lapang dada atas tamparan dari negara – negara (enam) negara dari
wilayah Pasifik. Banyak pihak yang mulai ngamuk meningkatnya eksklasi
internasionalisasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Ngamuk itu datang dari
Menteri Pertahanan Negara RI Ryamizard berkata “Papua ungkit –ungkit sama saja
membangungkan macan tidur”. Artinya kami terus melanjutkan genosida gerak
lambat maka jangan bangkitkan amara kami”, kurang lebih itu menilai pernytaan
Menhan ini.
Kalimat
berikutnya “tolong sampaikan negara kamu itu, ke Solomon” jangan pernah
mengganggu–ganggu atau mengajak –ajak Papua untuk merdeka. Emangnya negara
Australia itu Sekretaris pribadi Menhan untuk penyambung lida atau Jubir
Kepresidenan Republik Indonesia. Telat bagi anda gang, selama dua tahun
terakhir Negara Australia aktif membahas isu hak asasi manusia di Papua di
Forum Kepulauan Pasifik (PIF).
Hal
lain, mbak Nara itu mengulangi kalimat yang sama disaat podium itu berkata
“para pemimpin tersebut melanggar piagam PBB dengan mengintervensi kedaulatan
negara lain dan melanggar integrasi teritorial”.
Apakah
ajakan dari Menhan Indonesia kepada Menhan Australia dikata “kata tolong
sampaikan ke Negara Solomon, bukankah ajakan itu mengintervensi hak politik,
mengintervensi kedaulatan negara lain. Pepata lama yang menutup pidato Nara itu
menusuk kembali bagi Indonesia.
Ketiga
ngala(3) Kini ratusan hingga ribuan
tawaran baik otonomi khusus yang gagal itu maupun tawaran lainnya jika tidak
ada hasil makan akan sendirinya mereka ngala. Disini kembali kepada kekuatan
rakyat pribumi untuk nguji ngala bagi pemerintah dan tidak. Tuntutan dan
kesolidan rakyat terus bangkit maka sendirinya dikata goodbye.
Penulis
adalah pewarta dan pemdua Papua Barat.
0 thoughts on “Siapa Teroris Sebenarnya, ULMWP atau Negara ?”