Keadaan Suku Korowai (Ist). (Foto:alizul2.blogspot.com) |
Jayapura (KM) - Pembangunan
di daerah terpencil Papua belum seutuhnya dirasakan oleh semua orang. Banyak
penghambat dalam mendorong dan membangun di daerah terpencil Papua termasuk
Korowai. Akses transportasi dengan medan georafis yang kompleks membuat
pemerintah sulit menerobos guna memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tidak
hanya itu stigma kanimbal yang sering dilontarkan oleh oknum tertentu juga
menjadi pertimbangan besar bagi setiap orang untuk menginjakan kaki di daerah
Korowai. Hal tersebut sampai kapan pun tidak akan ada perubahan.
Dari waktu ke waktu
masalah demi masalah semakin bertambah. Bagaimana mungkin persoalan masyarakat
bisa selesaikan, soalnya pemerintah sebagai penanggungjawab utama untuk
memutuskan mata rantai pengangguran, kemiskinan, kesakitan, kematian dan
lainnya saja takut sama kondisi geigrafis dan stigma kanimbal.
Menanggapi hal itu, salah
seorang tokoh pemuda asal Korowai, Daud Subuhato menegaskan bahwa masyarakat di
wilayahnya yang terpencara di lima kabupaten, yakni kabupaten Yahukimo,
Pegunungan Bintang, Boven Digoel, Asmat dan Mappi sangat merindukan
pembangunan.
“Kami butuh pembangunan
jalan, sekolah, peleyanan kesehatan, perumahan rakyat, dan lain sebagainya.
Kami sudah terima Tuhan, stop mengstikmakan kami sebagai suku Kanimbal. Kami
tahu istilah tersebut sering membuat orang takut masuk di daerah kami. Padahal
kami sudah aman dan tidak tinggal dalam kebiasaan kebiasaan dulu,”kata Subuhatu, Kepada kabarmapegaa.com,
Minggu, (15/01/17) belum lama ini.
Sehingga dirinya
menegaskan untuk memberikan kebebasan kepada siapa saja yang ingin masuk ke
daerah Korowai. Asalkan jangan datang hanya untuk mengambil hasil kekayaan alam
dan mencuri lalu pergi tanpa jejak. Kalau seperti ini berarti dirinya bersama
masyarakat adat dengan tegas menolak serta akan meminta pertanggungjawaban.
“Silakan datang secara
bebas dan tinggal di daerah ini. Tapi kami harap kehadira orang di daerah ini
hanya untuk benar -benar ingin membangun masyarakat Korowai. Bukan untuk datang
hanya mengambil harta kekayaan alam lalu pergi tinggal daerah ini. Kalau cara
seperti kami ketemu, kami akan minta pertanggungjawaban dari orang tersebut,”kata
Daud.
Dari tempat yang sama,
ketua komunitas peduli kemusiaan daerah terpencil (KOPKEDAT Papua), Yan
Akobiarik mengatakan agar setiap orang tidak melihat korowai dari satu sisi
saja tetapi lebih dari itu adalah bagaimana membangun dan memperbaiki kualitas
hidup masyarakat disana.
“Jangan lihat Korowai itu dari
satu sisi saja misalkan suku Korowai itu suku Kanimbal. Kalau begini kan semua
orang takut. Siapa yang berani masuk daerah sana pendeta sekalipun pasti akan
pertimbangkan dulu. Istilah ini tidak benar, masyarakat sudah terimah Tuhan
Yesus. Sudah aman," tegasnya.
Di tempat terpisah ketika
kabarmapegaa.com menghubungi salah seorang kepala kampung, Benyamin Subuhato, menyatakan
bahwa kondisi dari beberapa segi kehidupan dan aspek pembangunan di daerah
Korowai semakin memprihatinkan. Sehingga dirinya sebagai pimpinan atau kepala
kampung di daerah itu meminta kepada pemerintah agar benar–benar dan serius
membangun Korowai dengan hati dan ketulusan.
“Kami butuh pembangunan
seperti perumahan rakyat, sekolah dan puskesmas untuk mendorong Korowai seperti
di daerah lain. Kami tidak pernah dapat bantuan oleh pemerintah. Padahal kami
juga punya hal seperti orang dan daerah lain”, kata dia melalui telepon seluler
pada Minggu, (15/01/2016).
Pewarta : Soleman Itlay
Editor : Alexander Gobai
0 thoughts on “Stigma Kanimbal Menghambat Pembangunan di Korowai”