BREAKING NEWS
Search

Pemerintah Stop Bikin Pemekaran Papua

Oleh : Fr. Yos Bunai
Ilustrasi : Stop Pemekaran di Papua/KM/@kobogaunews.com
“Propinsi Papua, semakin Memaraknya Membuka Pemekaran Kabupaten, Distrik Baru dan Desa Baru Bukan Menyejahterakan Masyarakat””

Dengan adanya peningkatan ekstalasi politik yang kurang berbobot atau politik yang tidak memiliki harapan kuat demi membangun masyarakat Papua secara adil, damai, bermartabat dan bebas, maka orang sudah mulai membentuk gubuk kecil untuk menciptakan persaingan antara daerah dengan daerah, kampung dengan kampung lain, suku dengan suku lain, marga dengan marga yang lain dan keluarga dengan keluarga lain bahkan persaingan antara sahabat-dengan sahabat di negeri ini. Maka sesungguhnya adanya persaingan ini, membawa dampak negative secara brutal terhadap masyarakat yang tidak bersalah atau masyarakat kecil. Oleh sebab itu, jaman kita bukanlah Bangsa Indonesia (termasuk bangsa Papua) yang menghayati “Bhineka Tunggal Ika” tetapi bangsa Indonesia yang lain, yang penuh dengan lumor, dosa dunia, manipulasi, kekejaman dan ketidakadilan serta ketidakbenaran.

Secara eksplisit, bangsa Indonesia yang lain berarti orang yang hidup tidak berdasarkan lima sila berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan istilah Papua yang lain berarti orang yang tidak menuruti hukum Alam Papua. Kita menganggap alam Papua seolah-olah tempat “biasa-biasa” saja. Tanah Papua sebagai ibu, ayah dan kakak yang baik bagi kami, orang Melanesia. Kita hidup di atas tanah Papua tetapi kita cuek  dengan hukum alam yang ada di lingkungan tersebut. Jadi di sini disebut yang lain adalah orang yang tidak peduli dengan daerah, orang yang tidak peduli dengan masyarakat, dan orang yang sedang melanggar HAM di Papua secara tidak manusiawi.

Kita adalah bangsa Indonesia mengapa harus mau menjadi bangsa yang kacau balau, bukankah berbeda-beda tetapi tetap satu jiwa? Bukankah kita tidak mempunyai dasar hukum yang berlaku tetapi terjadi keterlantaran masyarakatnya dan terjadi kerusakan alam Papua dengan cara menjual tanah adat, penebangan kayu, dan terjadi pembunuhan gelap di mana-mana. Mengapa telah dibentuk propinsi Papua tetapi, orang-orang yang ada di Papua tidak bersatu untuk membangun Papua yang mandiri demi bangsanya (Papua). Kenapa, dari dan untuk apa kesemua ini dapat berlajanjut tanpa ada dialog untuk menyelesaikan berbagai konflik Papua selama lima decade?

Aspek Politik

Realitas kehidupan sosial jaman sekarang di Papua semakin nampak amat jelas bagi dunia. Kita dapat melihat dari beberapa aspek dalam masyarakat terutama aspek politik. Politik Indonesia di Papua ini bernuansa tidak membangun sesuai dengan esensi dan tujuan politik yakni keterlibatan semua pihak secara sejati, asli, baik demi menciptakan kesejahteraan dan kebaikan bersama. Sebenarnya, makna esensial politik adalah salah satu bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari misi Kejaan Allah di bumi demi keselamatan semua orang dan kemuliaaan Allah di surga. Tapi nyatanya, banyak pihak selalu punya kecenderungan untuk terlibat dalam urusan politik dengan tujuan menciptakan kepentingan sekelompok orang saja atau kepentingan partai politik tertentu saja.

Demi merebut kepentingan tertentu, partai politk tertentu dan merebut status kekuasaan tertentu, maka pemekaran merupakan salah satu jalan yang paling amat tepat bagi mereka. Tentunya, Papua kini masih tetap diwarnai secara sistematis dengan pemekaran baik fisik maupun pemekaran non fisik.  Dalam koridor NKRI berbagai pemekaran, apapun bentuk dan wujudnya itu bukan menciptakan kesejaterahan masyarakat tetapi malah menghancurkan beberapa aspek sosial. Lagi pula, pemekaran itu sudah jelas-jelas menghancurkan jati diri kita sebagai orang Papua. Dari sspek sosial budaya, dengan adanya pemekaran, manusia Papua yang sebelumnya berada sebagai makhluk berbudaya pasti akan dipengarui oleh berbagai macam tawaran dari pemekaran itu. Pertama-tama dengan adanya membuka pemekaran pastilah orang akan membutuhkan lahan yang cukup besar untuk membangun banyak macam perumahan. Lalu apa yang terjadi disana?

Orang memberikan tempat keramat ke pemerintah untuk membangun tempat ruko dan lainya. Orang akan memberikan tempat pemeliharan baby secara membabi buta kepada pemerintah untuk dijadikan lapangan terbang atau tempat pos polisi dan TNI. Orang akan memberikan tempat cari kayu bakar ke pemerintah untuk tempat latihan bersenjata. Orang akan memberikan tempat berkebun dan tempat pemancingan ke pemerintah untuk menjadikan tempat miras dan tempat membuka beberapa perusahan. Berarti dimanakah tempat untuk generasi kita masa depan sebagai orang berbudaya? Apakah orang Papua, ras Melanesia bisa membangun rumah di langit atau di atas laut jika Tanah Adat kita telah diserahkan secara habis-habis dari dan untuk pemekaran demi kepentingan para elit politik tertentu.

Memang, dalam sejarah telah membuktikan bahwa Papua ini tidak asing atau hidup menyendiri dari pemekaran. Keinginanan sejumlah elit politik untuk harus mau memekarkan kabupaten dan distrik adalalah agenda utama dalam hidup dan kehidupan. Bagi mereka ini, hidup adalah pemekaran wilayah, kabupaten, distrik, dan atau desa. Kondisi hidup demikian ini menantang kita untuk berbuat sesuatu. Kita tidak boleh diam membisu di tengah-tenah maraknya pemekarakan wilayah yang telah mengakitabatkan kehancuran eksistensi fundamental Papua ini. Juga Pemerintah dan pihak Gereja lebih paling amat perlu sekali untuk melihat, memperhatikan dan menjaga masyarakat kita yang sedang terlantar dari dunia pemerintahan yang berkembang ke eksploitasi dan kehancuran eksistensi ke-Indonesia-an.

Misalnya,  Distrik Botam Kabupaten pegunungan Bintang yang telah dimekarkan pada 7 tahun yang lalu. Keradaan masyarakat dari distrik itu telah ditemui secara langsung dan nyata bahwa beberapa unsusr penunjang kesejahteraan yang tidak dapat diakses masyarakat. Di sana masyarakat tidak dapat memiliki rumah layak huni. Mereka tinggal di gubuk. Tidak ada air bersih. Ada sekolah tetapi guru tidak ada. Ada puskesmas, tetapi tidak ada dokter di tempat. Gizi masyarakat amat rendah. Anak-anak tidak terawat secara baik. Banyak di antara mereka terkena penyakit kulit (kurap/kudis) dan perutnya besar karena memang tidak ada makanan bergizi1. Inilah buah-buah kehancuran dan eksploitasi dari pemekaran yang selama ini diupayakan oleh pemerintah RI bagi Papua. Lalu, jika memang ada fakta begini berarti apa tujuan pemekaran wilayah dari pemerintah bagi Papua di sini?. Apakah pemekaran ini maksudnya untuk menyejahterakan masyarakat atau membiarkan masyarakat menderita dari kemiskinan dan ketidakberdayaan.

Berangkat dari itu, banyak orang merasakan persoalan peninkatan kesejahteraan masyarakat Papaua, seolah-olah tergantung pada unag.  Uang dianggap sebagai segalanya dalam membangun Papua. Pembangunan Papua sama dengan banyak kucuran uang. Namun mana buktinya uang yang sudah dicairkan ke Papua belum gunakan dengan baik. Pemerintah dengan memperoleh uang yang banyak sudah terbukti tidak mampu mengola dan tidak memperbaiki nasib masyarakat Papua. Kesemua ini adalah akibat dari politik yang kurang berbobot atau mementingkan kepentingan sekelompok saja. Akhirnya, kondisi ini berpotensi untuk menciptakan sistem pemerintahan yang bernuansa kekerasan, konflik vertikal dan terorisme serta konflik ideology dan sejenisnya.

Dampak Sosial-buaya

Masyarakat kita menyadari akan situasi sekarang sudah lain daripada tempo dulu. Karena tempo dulu, hubungan mereka dengan Allam, dengan manusia, dengan sesama (keluarga, suku, marga) sangat membutukan, bahkan juga manusia tetap membutukan hubungan satu dengan yang lain. Bukan hanya hubungan keluarga tetapi kesatuan sosial akan nyata dalam tindakan untuk menyelesaikan maslah apapun dalam kelompok masyarakat. Orang Papua kehilangan nilai kesatuan  karena adanya pemekaran yang dengan tujuan hanya karena ujungnya uang. Orang Papua dulunya ada hubungan dengan orang lain atau suku lain tetapi sekarang mala taruan nyawa antara satu dengan yang lain, manusia jadi korban hanya karena gara-gara masalah uang.

Alam Papua, Pelindung alam, Kebun, Tanah, Hutan, Gunung dimainkan oleh mereka yang memperjuangkan pemekaran baru. Dengan ini, nyatanya sudah mulai muncul berbagai gejolak politik ekonomi di berbagai tempat  di tanah ini, sehingga manusia mulai tidak saling menghargai bahkan saling bermusuhan. Tanah yang sudah diberikan oleh Tuhan dan kita ditempatkan oleh-Nya di situ dengan kekhasannya yang begitu unik untuk kita menggarapnya telah mulai dianggap sebagai tanah berbisnis di antara pihak yang berkepentingan yakni sejumlah elit politik local dengan para pengusaha, investor dan pemerintah. Tanah Papua yang penuh misteri, mama leluhur kita sudah semakin dibuat sebagai tanah jual-belikan untuk kepentingan pribadi oleh pemerintah dan kaum kapitalis.

Realitas Papua sekarang,  masyarakat dipermainkan oleh anaknya sendiri. Rakyat kecil diangap bodoh, tidak tahu apa-apa maka masyarakat kecil dipengaruhi oleh banyak intelektual dari dan untuk pemekaran buat setiap daerah dan masyarakat. Saat sosialisi tentang pemekaran, kaum intelektual itu biasa bilang pemekaran ini baik untuk masyarakat dan untuk memajukkan darah dalam berbagai aspek. Padahal, pemekaran bikin tipu rakyat saja. Apalagi jika dilihat dari lahan yang dimiliki rakyat itu tidak luas. Pemerintah sudah tidak melihat kerinduan masyarakatnya bahwa tempat itu tempat pencarian “KEHIDUPAN” untuk bertahan hidup.

Jadi, pemerinh stop bikin pemekaran banyak-banyak sudah, walaupun ada berbagai konflik Papua ini tidak bisa diselesaikan Ini penting, harus dan mendesark demi keselamatan bangsa dan alam Papua.

Penulis adalah Fr, Yos Bunai, Mahasiswa pada STFT “Fajar Timur” Abepura-Papua


TAG

nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “Pemerintah Stop Bikin Pemekaran Papua