Oleh: Petrus Pekei
Saat kita berusia 1 tahun, orangtua memandikan dan merawat kita. Sebagai balasannya, kita malah menangis di tengah malam.
Saat kita berusia 2 tahun, orangtua mengajari kita berjalan. Sebagai balasan, kita malah kabur ketika orangtua memanggil kita.
Saat kita berusia 3 tahun, orangtua memasakkan makanan kesukaan kita. Sebagai balasan, kita malah menumpahkannya.
Saat kita berusia 4 tahun, orangtua member kita pensil berwarna. Sebagai balasan, kita malah mencoret-coret dinding dengan pensil tersebut.
Saat kita berusia 5 tahun, orangtua membelikan kita baju yang bagus-bagus. Sebagai balasan, kita malah mengotorinya dengan bermain-main di lumpur.
Saat kita berusia 10 tahun, orangtua membayar mahal-mahal uang sekolah dan uang les kita. Sebagai balasan, kita malah malas-malasan bahkan bolos.
Saat kita berusia 11 tahun, orangtua mengantarkan kita ke mna-mana. Sebagai balasan, kita malah tidak mengucapkan salam ketika keluar rumah
Saat kita berusia 12 tahun, orangtua mengizinkan kita menonton di bola dan acara lain di luar rumah bersama teman-teman kita. Sebagai balasn, kita malah meminta orangtua duduk di barisan lain, terpisah dari kita dan teman-teman kita.
Saat kita berusia 14 tahun, orangtua pulang kerja dan ingin memeluk kita. Sebagai balasan, kita malah menolak dan mengeluh, “Papa, Mama, aku sudah besar!”
Saat kita berusia 17 tahun, orangtua sedang menunggu telepon yang penting, sementara kita malah asyik menelepon dengan pacar, teman-teman kita yang sama sekali tidak penting.
Saat kita berusia 18 tahun, orangtua menangis terharu ketika kita lulus SMA. Sebagai balasan, kita malah berpesta semalaman dan baru pulang keesokan harinya.
Saat kita berusia 19 tahun, orangtua membayar biaya kuliah kita dan mengantar kita ke kampus pada hari pertama. Sebagai balasan, kita malah meminta mereka uang setiap hari, tidak kerjakan tugas dengan baik dan selalu malas ikuti mata kuliah yang sedang kita dapat.
Saat kita berusia 22 tahun, orangtua memeluk kita dengan haru ketika kita diwisuda. Sebagai balasan, kita malah bertanya kepadanya, “Papa, Mama, mana hadiahnya? Katanya mau membelikan aku ini dan itu?”
Saat kita berusia 23 tahun, orangtua membelikan kita sebuah barang yang kita idam-idamkan. Sebagai balasan, kita malah mencela, “ADoo! Kalau mau beli apa-apa untuk aku, bilang-bilang dong! Aku ‘kan tidak suka model seperti ini!”
Saat kita berusia 29 tahun, orangtua membantu membiayai pernikahan kita. Sebagai balasan, kita malah pindah ke luar kota, meninggalkan mereka, dan menghubungi mereka hanya dua kali setahun.
Saat kita berusia 30 tahun, orangtua memberi tahu kita bagaimana cara merawat bayi. Sebagai balasan, kita malah berkata, “ Papa, Mama, zaman sekarang sudah beda. Nggak perlu lagi cara-cara seperti dulu.
Saat kita berusia 40 tahun, orangtua sakit-sakitan dan membutuhkan perawatan. Sebagai balasan, kita malah beralalasan, “Papa, Mama, aku sudah berkeluarga. Aku punya tanggung jawab terhadap keluargaku.
Dan entah kata-kata apalagi yang pernah kita ucapkan kepada orang tua kita..ternyata semua sama persis apa yang pernah kita lakukan ke pada kedua orang tua kita, sebenarnya kita sadar dengan pengorbanan orang tua pada kita.
Berapapun utang rupiah yang ada pada kita, kita bisa lima akan dalam satu tahun, tapi kasih sayang kedua orang tua pada anaknya tidak akan lunasi dengan begitu muda. Kata orang tua, jangan lunasi tang kasih sayang pada kalian, tapi kami orang tua mau, kalian harus sukses impian masa depan kalian, kalau kalian sukses berarti utang kasih sayang sudah lunaskan "anakku" kata orang tua..
Sayang kamu dua "Mama dan Bapak" .
0 thoughts on “Kebaikan Orangtua vs Balasan Kita”