Sekertaris II Dewan Adat Papua, Jhon NR Gobai (Foto: FB/Ist) |
Jayapura,
(KM) – Sekertaris II Dewan Adat Papua, Jhon NR. Gobai menyatakan kepada
Pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini, Gubernur Papua Lukas Enembe agar mencabut
Peraturan Gubernur (Pergub) No. 41 Tahun 2011 tentang usaha pertambangan mineral
logam dan batubara dan izin-izin yang mengikutinya.
“karena
Ini produk mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu dan Dewan Adat Papua sebagai
representative masyarakat adat papua, khususnya di wilayah adat meepago yang
meliputi kabupaten Nabire, Paniai, Intan Jaya, Deiyai,Dogiyai dan Mimika,”Kata
Gobai, Kamis (02/02/17) yang diterima kabamapegaa.com
melalui obrolan FB.
Gobai
ingin menyampaikan beberapa hal penting dan mendasar untuk diperhatikan.
Pemberian
IUP Eksplorasi bagi PT. Madinah Qurataain, PT. Pasific Mining Jaya dan PT. Benliz
Pasific pada tahun 2013, yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Gubernur Papua,
Nomor 41 Tahun 2011 tentang Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara,
telah diberikan tanpa sepengetahuan dan persetujuan masyarakat adat Pemilik Hak
Atas Tanah
Hal
ini menurutnya, sangat jelas bertentangan dengan Pasal 135 UU No. 4 Tahun 2009
menyatakan Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat
melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas
tanah Peraturan Gubernur Papua No. 41 Tahun 2011 tentang Usaha Pertambangan
Mineral Logam dan Batubara, dibuat tanpa adanya PERDASI.
“Padahal
Pergub adalah pelaksanaan dari PERDASI Dalam Pergub terutama pasal 13 yang
isinya adalah “IUP diberikan oleh Gubernur” ini jelas bertentangan dengan UU No
4 Tahun 2009, karena dalam UU No 4 Tahun 2009 telah jelas batasannya, untuk
wilayah kabupaten adalah kewenangan Bupati, Lintas Wilayah Kabupaten oleh
Gubernur.
“Ini
jelas bertentangan dengan asas hukum Lex Superiori derogate lex inferiori
(Aturan Hukum yang lebih tinggi mengesampingkan aturan hukum lebih rendah) Sejak
adanya UU No 23 Tahun 2014. Karena telah ada pembagian urusan pemerintahan yang
jelas,”ungkap Gobai yang juga Ketua Dewan Adat Paniai itu.
Lanjutnya,
UU ini tidak berlaku surut untuk izin-izin yang diberikan oleh Pejabat
Pemerintahan dan tidak dapat meniadakan izin-izin yang telah dikeluarkan oleh
para bupati, Pemberian IUP PT.Madinah Qurataain, PT. Pasific Mining Jaya dan
PT,Benliz Pasific di Provinsi Papua dengan dasar Pergub No 41 Tahun 2011, jelas
bertentangan dengan UU No 4 tahun 2009 terutama Pasal 7 dan Pasal 37 UU No 4
Tahun 2009, rujukan hukumnya UU No 21 Tahun 2001 adalah keliru karena dalam
Pasal dan ayat dalam UU ini tidak ada yang menyinggung soal Pertambangan
kecuali bagi hasil.
“Patut
diduga ada konsipirasi dan kolusi antara Oknum Pejabat di Lingkungan Dinas ESDM
Papua dengan Pemegang IUP, yang terkesan mengabaikan semua peraturan perundang undangan
yang harus menjadi rujukan demi kepentingan Pemegang IUP,”bebernya.
Kata
dia, Pemegang IUP PT.Madinah Qurataain, PT. Pasific Mining Jaya dan PT,Benliz
Pasific tersebut tidak pernah melakukan kegiatan apa-apa, sesuai dengan
kewajiban pemegang IUP adalah dalam 6 (enam) bulan harus melakukan kegiatan di
Wilayah Meepago dan juga tidak pernah mendapatkan rekomendasi dari Bupati yang
wilayahnya di plot untuk Pemegang IUP ini.
“Peta
serta wilayah konsesi dengan IUP Provinsi juga dipakai untuk membagi bagi
kepada investor lain tanpa sepengetahuan masyarakat adat pemilik tanah, seperti
yang dilakukan, dari PT.Benliz Pasific kepada PT.Madinah Qurataain untuk
wilayah di Degeuwo, pada tanggal 19 November 2009 di Jayapura,”katan Gobai itu.
Bupati
Paniai tanggal 5 september 2011, sesuai dengan PERDASI No 14 Tahun 2008 telah
mengusulkan kepada Gubernur Papua dan juga aspirasi masyarakat bahwa wilayah
ini harus menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat, namun wilayah itu telah
ditetapkan pada tahun 2013 oleh Dinas ESDM Papua sebagai WIUP PT. Benliz
Pasific. (surat terlampir) ini jelas merugikan masyarakat papua yang adalah
Penambang Rakyat yang telah melakukan kegiatan dari tahun 2003.
“Ini
sesuai UU No. 4 tahun 2009, Pasal 24, berbunyi :“Wilayah atau tempat kegiatan
tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR
diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR Dari data yang kami dapat dari
DIRJEN MINERBA, Pemegang IUP ini juga merugikan Negara karena masih menunggak
Kewajiban membayar PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) kepada Dirjen Minerba
selama tahun 2013, 2014 dan 2016, dengan dasar beberapa point.
Dengan
beberapa poin di atas, pihaknya meminta dan menegaskan kepada Mentri ESDM
Republik Indonesia:
1.
Tidak mengikutkan kedua Pemegang IUP tersebut diatas didalam Verifikasi
Perijinan dalam rangka CnC di Direktorat Mineral dan Batubara Kementrian ESDM
RI, karena pemberian Ijinnya jelas bertentangan dengan Peraturan Perundang
undangan yang berlaku.
2.
Merekomendasikan kepada Gubernur Papua sesuai dengan kewenangannya, mencabut
semua ijin yang dikeluarkan tanpa persetujuan masyarakat adat sesuai dengan UU
No 4 Tahun 2009 dan UU No 21 Tahun 2001.
3.
Pemegang IUP tersebut diatas telah merugikan Negara dengan menunggak Kewajiban
membayar PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak).
4.
Bp Gubernur Papua agar mencabut Pergub 41 Tahun 2011 dan Ijin ijin yang
mengikutinya, ini produk Mantan Gubernur Bas Suebu Demikian penyampaian kami,
kami sangat berharap agar segera dapat ditindaklanjuti.
Pewarta : Alexander Gobai
0 thoughts on “Gubernur Papua diminta Cabut IUP Sesuai PERGUB 41 TAHUN 2011”