AG/KM. Dok: Prib |
Oleh : Alexander Gobai
Kita
ketahui bersama bahwa Ekonomi keluarga merupakan salah satu alat
vital yang dapat membangkitkan kebutuhan keluarga dalam hidup sehari-hari.
Kemudian, kebutuhan sendiri merupakan segalah sesuatu yang diperlukan manusia
untuk mencapai kemakmuran.
Bahkan bila kita melihat dimasa lalu, semenjak
kita dilahirkan di dunia pada dasarnya kita telah dihadapkan dengan kebutuhan,
dimana orang tua akan menyelimuti dan memberi pakaian agar bayi tidak
kedinginan, menyusui dan memberi makanan.
Nah
ini telah jelas, bahwa kehidupan perluh di dasarkan dengan kebutuhan, sehingga
hidup kita dapat berjalan dengan baik. Kemudian, jika kehidupan kita tidak
didasarkan dengan kebutuhan maka kehidupan itu seperti air yang mengalir begitu
saja. Oleh karena itu, dalam membangun kebutuhan ekonomi keluarga semestinya
ada modal, sehingga mudah untuk memeroleh suatu hal yang menjadi kebutuhan mendasar.
Dengan
demikian, untuk membangun ekonomi keluarga tidaklah gampang jika dilihat dari
sebelah mata
saja. Akan tetapi, perlu adanya tenaga (energi) yang kuat, seperti intelektual, spritual, dan jasmani sehingga
muda untuk dikerjakan. Selain itu, perlu adanya saling kerja sama, artinya
bahwa untuk dapat mengurangi beban-beban orang lain . Oleh karena itu, untuk
menuntaskan masalah tersebut masyarakat harus turun tangan dalam membangun
ekonomi keluarga sehingga bisa merasakan kenikmatan kebutuhan ekonomi yang
sebenarnya. Jadi hal ini, dilihat dari kemampuan individu, apakah ia mampu
dalam mengolah
hasil panenannya, atau tidak bisa untuk mengolah hasil panenannya. Hal tersebut,
tidak tergangtung pada orang lain, namun tergantung pada masing-masing individu.
Kata
orang tujuan manusia hidup bukan untuk senang-senang, berfoya-foya. Namun, untuk berusaha dalam
kehidupan. Jika kita burusaha maka kita
akan mendapatkan suatu yang berguna.
Namun, jika kita tidak berusaha maka kehidupan kita,
akan
Cuma dan
sia-sia saja. Maka secara otomatis,
hal tersebut akan menimbulkan berbagai konflik di tengah suatu masyarakat, seperti keributan, pencurian,
bahkan pembunuhan.
Oleh
karena itu, di dalam
masyarakat terdapat beberapa faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan dalam
suatu masyarakat, antara lain: (1) peradaban, (2) Keadaan Alam atau lingkungan,
(4) Adat istiadat, dan (6) Agama. Maka, dalam menumbuh kembangkan kebutuhan
ekonomi keluarga ini menjadi sangat penting bagi masyarakat Papua apabila
diikuti dengan faktor-faktor yang ada. Kemudian, yang menjadi insiatif bagi
masyarakat papua ialah harus memunyai rasa semangat dalam hati, pikiran, dan
tingkah laku.
Akan
tetapi, yang menjadi bahan pembicara kita! pada kalimat-kalimat di atas sudah
menjadi salah. Mengapa? Karena kita bisa melihat,
keadaan masyarakat Papua pada masa-masa ini tidak ada minat dalam menbangun
ekonomi keluarga. Namun, yang mereka lakukan ialah menungguh bantuan-bantuan
yang akan datang seperti dana Otsus dan dana-dana opresaional lainya.
Ini bisa menjadi pertanyaan! Apakah dana Otsus itu telah sampai kepada
masyarakat atau tidak? Pada dasarnya, masyarakat papua memunyai rasa keinginan
yang sangat besar dalam membangun
Ekonomi keluarga. Akan tetapi, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain: (1) terpikir dengan adanya bantuan-bantuan, (2) tidak ada minat
dalam membangun ekonomi keluarga, dan (3) terpikir bahwa lebih baik saya
tinggal di rumah sambil menunggu gaji. Hal-hal ini, yang perlu masyarakat
waspada. Karena
ini bisa membuat orang menjadi penonton setia baik hari ini maupun untuk
selamanya
a. Ekonomi Keluarga akan Menimbulkan
Konflik di tengah Masyarakat.
Kebutuhan ekonomi menjadi tolak ukur bagi
setiap keluarga. Namun, jika tidak dipergunakan dengan baik-baik, maka secara otomatis akan menimbulkan
berbagai permasalahan (konflik) di masyarakat. Kemudian, jika kita amati di
lingkungan kita sendiri,
secara otomatis pasti adanya kelas-kelas sosial dan kelompok-kelompok sosial.
Maka dengan jujur, di dalam kelas-kelas sosial ada yang namanya kelas atas
(kaya), kelas menengah (netral), dan kelas bawah (miskin). Jadi yang kelas
atas, tidak akan memikirkan dengan masalah-masalah ekonomi keluarga, karena mereka
memunyai modal yang sangat banyak, oleh
karena itu, mereka tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Sedangkan yang kelas
bawah, mereka akan susah dalam kehidupan baik dalam kebutuhan sehari-hari apalagi dengan
kebutuhan yang lain.
Kemudian yang menjadi problem ialah yang
kelas bawah akan melakukan tindakan-tindakan
kriminalitas yang tidak sewajarnya mereka lakukan baik itu mencuri, merampok, bahkan membunuh. Ini
karena tidak mampu dalam kehidupannya
sendiri, baik untuk kebutuhan hidup sehari-hari maupun
dengan kebutuhan-kebutuhan yang lain. Jika demikian, maka secara otomatis akan
terjadii konflik antara kelas bawah, dan kelas atas dalam membicarakan soal
ekonomi keluarga.
b. Mobilitas sosial akan
menjadi meningkat dan menurun dalam membangun Ekonomi Keluarga
Di dalam kehidupan
bermasyarakat akan terdapat startifikasi dan diferensiasi sosial. Dimana
staratifikasi merupakan kelompok-kelompok sosial yang tidak berjenjang, dan sederajat
(horizontal). Sedangkan diferensiasi merupakan kelas sosial yang berjenjang, tidak sederajat, (secara vertikal). Maka, di dalam kehidupan
masyarakat akan terlihat yang mana kelas
yang mampu dan tidak
mampu.
Kemudian,
Mobilitas sendiri
merupakan perpindahan atau gerakan
dari status yang satu ke status yang lain. Hal ini, dilihat dari semangatnya, kemauannya,
kemampuannya, tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan, dan sifat-sifatnya. Bukan
dilihat dari kekuatan, dan jati dirinya. Untuk itu, dengan menaikan status masyarakat
mereka akan berusaha dengan kemampuan
yang ia miliki. Kemudian
jika ia berhasil
maka secara otomatis statusnya akan naik.
Contoh pak Tomi ia sebagai
petani. Pada suatu ketika, ia mulai berpikir kalau saya seperti begini terus
bagaimana saya mau kasih makan istri dan anak-anaknya. Maka tergeraklah
hatinya, ia mulai berusaha dengan semampu dia. Kemudian suatu ketika, ia
menerima prajabatan menjadi guru. Maka,
dengan sendirinya statusnya akan naik, dari petani ke pegawai guru. Ini yang
bersifat bejenjang
secara vertikal
Sedangkan stratifikasi, kehidupannya tidak seperti diferensiasi. Jika status
petani, kemudian kalau ia mulai burusaha maka statusnya akan tetap dan tidak
berpindah-pindah.
Oleh karena itu, kehidupan
ini fakta bukan asing bagi kita mengapa? Susahnya membangun kebutuhan ekonomi
keluarga menjadi kendala bagi masyarakat Papua. Apalagi, ini menjadi faktor utama
dalam kehidupan maka sadarlah, hai masyarakat Papua. Ini
saatnya untuk membangun kebutuhan ekonomi keluarga yang sehat.
Dengan demikian, ini menjadi
keprihatinan bagi kita, sebagai masyarakat papua yang hidup dalam kesusahan. Oleh
karena itu, kami menegaskan kepada yang berwenang untuk
melihat masyarakat yang tidak mampu ada
dalam membangun minat kebutuhan ekonomi keluarga. Untuk itu, marilah kita
bersama-sama untuk menyukseskan minimnya ekonomi keluarga dalam kehidupan.
Sehingga
terlihat rapi dimata publik. Dan perlu mengatasi sekaligus menyetarakan
kelas-kelas. Tidak ada yang kelas atas dan bawah. Agar kehidupan ini bisa
menjadi sehat
dan aman. Disamping itu terhindar dari masalah-masalah yang berjiwa kekerasan
dalam keluarga dan lingkup sosial.
Alexander Gobai, Mahasiswa Papua, Tinggal di Timika
0 thoughts on “Lemahnya Masyarakat Papua dalam Membangun Kebutuhan Ekonomi Keluarga”