Yosep Bunai. Foto : Dok Prib. |
Oleh : Yosep Bunai
Dengan
menigkatnya politik yang kurang berbobot atau politik yang tidak memiliki
harapan demi membangun masyarakat Papua, maka orang sudah mulai membentuk gubuk
kecil untuk menciptakan persaingan antara daerah dengan daerah, kampung dengan
kampung lain, suku dengan suku lain, marga dengan marga yang lain, keluarga
dengan keluarga lain bahkan persaingan antara sahabat-dengan sahabat. Maka
adanya persaingan ini, membawa dampak terhadap masyarakat yang tidak bersalah
atau masyarakat kecil. Oleh sebab itu, jaman kita bukanlah Bangsa Indonesia
tetapi bangsa Indonesia yang lain dan juga sebaliknya bukanlah Propinsi Papua tetapi
Propinsi Papua yang lain.
Bangsa
Indonesia yang lain berarti orang yang hidup tidak berdasarkan lima sila
berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Istilah Papua yang lain berarti orang
yang tidak menuruti hukum Alam Papua. Kita diangap alam Papua seolah-olah
tempat biasa-biasa saja hidup di atas tanah Papua tetapi kita cuek dengan hukum
alam yang ada dilingkungan tersebut. Jadi, disini disebut yang lain adalah
orang yang tidak peduli dengan daerah, orang yang tidak peduli dengan
masyarakat, dan orang yang sedang melangar HAM di Papua.
Kita
adalah bangsa Indonesia mengapa menjadi bangsa yang kacau balau, bukankah
berbeda-beda tetapi tetap satu jiwa? Bukankah kita tidak mempunyai dasar hukum
yang berlaku tetapi terjadi keterlantaran masyarakatnya dan terjadi kerusakan
alam Papua dengan cara, menjual tanah,penebangan kayu, dan terjadi pembunuhan
gelap dimana-mana. Mengapa propinsi Papua tetapi, orang-orang yang ada di Papua
tidak bersatu untuk membangun Papua yang mandiri demi bangsanya (Papua).
Realitas
kehidupan sosial zaman sekarang di Papua kita melihat dari beberapa aspek dalam
masyarakat terutama aspek politik. Dengan adanya politik yang tidak membangun
atau politik kepentingan sekelompok orang, agar pemekaran berarti bukan
menciptakan kesejaterahan masyarakat tetapi malah menghancurkan beberapa aspek
sosial bahkan menghancurkan jati diri sebagai orang Papua. Aspek sosial budaya,
dengan adanya pemekaran, manusia berbudaya akan dipengarui oleh berbagai macam
tawaran dari pemekaran itu. Pertama-tama dengan membuka pemekaran pastilah
orang akan membutukan lahan yang cukup besar untuk membangun banyak macam
perumahan. Lalu apa yang terjadi disana? Orang memberikan tempat keramat ke
pemerintah untuk membangun tempat ruko dan lainya. Orang akan memberikan tempat
pemeliharan babi serahkan ke pemerintah untuk dijadikan lapangan terbang atau
tempat pos polisi dan TNI. Orang akan memberikan tempat curi kayu bakar ke
pemerintah untuk tempat latihan bersenjata. Orang akan memberikan tempat
berkebun dan tempat pemancingan ke pemerintah untuk menjadikan tempat miras dan
tempat membukah beberapa perusahan. Berarti dimanakah tempat untuk generasi
kita masa depan sebagai orang berbudaya?
Papua
ingin mau memekarkan kabupaten dan distrik berarti perlu juga adanya melihat
masyarakat kita yang sedang terlantar dari dunia pemerintahan yang berkembang.
Misalnya Botam, Kabupaten pegunungan Bintang, ditemui beberapa unsusr penunjang
kesejatrahan yang tidak dapat diakses masyarakat. Di sana masyarakat tidak
dapat memiki rumah layak huni. Mereka tinggal di gubuk. Tidak ada air bersih.
Ada sekolah tetapi guru tidak ada. Ada puskesmas, tetapi tidak ada dokter. Gizi
masyarakat amat rendah. Anak-anak tidak terawat.
Banyak
diantara mereka terkena penyakit kulit (kurap/kudis) dan perut besar karena
tidak ada makanan bergizi Ada fakta Berarti apa tujuan pemekaran pemerintah di
Papua. Apakah menyejatrahkan masyarakat atau membiarkan masyarakat dari
kemiskinan. Berangkat dari itu, banyak orang merasakan persoalan peningkatan
kesejaterahan masyarakat Papaua, seolah-olah tergantung pada uang. Namun mana
buktinya uang yang sudah dicairkan ke Papua belum gunakan dengan baik. Tidak
mampu mengolah dan tidak memperbaiki nasib masyarakat Papua. Dengan adanya
politik yang kurang berbobot atau mementingkan sekelompok saja, maka dampak
perkembangan pemerintah masa depan adalah pemerintah akan mulai bentuk sukuis,
familis, dan marganisme.
Melihat
dari Aspek sosial budaya: Masyarakat kita menyadari akan situasi sekarang sudah
lain daripada tempo dulu. Karena tempo dulu, hubungan mereka dengan Alam,
dengan manusia, dengan sesama (keluarga, suku, marga) sangat membutukan, bahkan
juga manusia tetap membutukan hubungan satu dengan yang lain. Bukan hanya hubungan
keluarga tetapi kesatuan sosial akan nyata dalam tindakan untuk menyelesaikan
maslah apapun dalam kelompok masyarakat. Orang Papua kehilangan nilai kesatuan
karena adanya pemekaran yang dengan tujuan hanya karena ujungnya uang. Orang
Papua dulunya ada hubungan dengan orang lain atau suku lain tetapi sekarang
mala taruan nyawa antara satu dengan yang lain, manusia jadi korban hanya
karena gara-gara masalah uang.
Alam
Papua, Pelindung alam, Kebun, Tanah, Hutan, Gunung di mainkan oleh yang
memperjuangkan pemekaran baru. Dengan ini, nyatanya sudah mulai muncul berbagai
gejolak di berbagai tempat di tanah ini, sehingga manusia mulai tidak saling
menghargai bahkan saling bermusuhan. Tanah yang sudah diberikan oleh Tuhan dan
kita ditempatkan di situ dengan kekhasannya untuk kita menggarapnya bukan untuk
tanah dijual belikan untuk kepentingan pribadi. Kita orang Papua dipahami tanah
sebagi mama karena ia adalah mama bagi kehidupan manusia.
Di atas tanah kita
akan merasakan kebahagian, kegembiraan, kesejateraan untuk hidup, kalau jual
dan diberikan tanah kepada orang lain (pemerintah) maka terjadinya ada banyak
dampak. Mulailah pemilik tanah di usir di pingir hutan, mulailah pemilik tanah
pindah ditengah hutan, mulailah pemilik tanah pindah di pingir danau, mulailah
pemilik tanah pindah di pingir rawah dan sungai. Pemekaran baru ini di mekarkan
setiap kampung satu kabupaten atau kecamatan dampaknya adalah masyarakat kita
sekarang hinga keturunannya, manusia Papua akan disebut dengan orang pingiran.
Realitas
Papua sekarang, masyarakat dipermainkan oleh anaknya sendiri kepada rayat
kecil. Rakyat kecil diangap bodo, rakyat kecil diangap tidak tahu apa-apa maka
masyarakat kecil dipengaruhi oleh banyak inteltual demi pemekaran untuk setiap
daerah dan masyarakat diakui sebagai pemekaran itu baik. Pada hal, mememintah
pemekaran di lihat dari lahan yang dimilikinya luas. Tidak melihat kerinduan
masyarakatnya bahwa tempat itu tempat pencarian bertahan hidup.
Oleh
karena itu, terlihat dari berbagai masalah yang sedang di hadapi oleh
masyarakat kita. Kita merasakan ada pemekaran jadi jangan diangap masyarakat
kita akan jadi sejatrah. Masyarakat akan sejatrah ketika terpenuhi segalah
kekurangan dalam hidupnya mereka, terutama dalam soal pendidikan, kesehatan,
dan dalam prekonomian.
Bagi siapa yang memperjuangkan pemekarang berarti
bukanlah memperjuangkan kesejaterahan masyarakat kita melainkan bagi siapa yang
memperjuangkan tenaga guru, tenaga kesehatan, tenaga pelayanan pastoral dan
lain-lain berarti masyarakat akan merasakan sejatrah dalam hidupnya walaupun
mereka sederhana.
Yosep
Bunai, Mahasiswa Papua, Kulia di Jayapura
0 thoughts on “PEMPROV MEMARAKNYA PEMEKARAN KABUPATEN, DISTRIK BARU, ITU BUKAN SOLUSI DAN BUKAN MENSEJAHTERAKAN MASYARAKAT”