Penulis : Willem Wandik, S.sos
Ilustrasi : Mama -Mama Papua saat Pulang dari kebun ke Rumah./Senotor Papua |
Kabar Mapegaa.com :
Mahalnya kebutuhan pokok dan ongkos kegiatan ekonomi di Papua disebabkan
oleh tingginya ongkos logistik dari Pulau Jawa menuju wilayah Papua.
Ongkos distribusi logistik menuju daerah Papua begitu mahal tidak hanya
disebabkan minimnya infrastruktur logistik maritim seperti deep seaport, tetapi juga disebabkan karena minimnya pembangunan kawasan industri di Papua.
Pesatnya aktivitas ekonomi di Pulau Jawa
di dorong oleh banyaknya sentra-sentra industri yang dibangun di Pulau
Jawa. Sehingga segala kebutuhan ekonomi tersedia dengan cukup mudah di
Pulau Jawa. Hal ini pun memicu kegiatan perdagangan menuju luar pulau
Jawa, melalui aktivitas perdagangan barang-barang konsumsi yang di
ekspor ke berbagai daerah termasuk ke daerah Papua.
Daerah seperti Papua menjadi salah satu
tujuan kegiatan ekspor barang-barang konsumsi yang di produksi oleh
sentra-sentra Industri di Pulau Jawa. Melalui distribusi logistik
termasuk pengiriman kontainer, barang-barang konsumsi tersebut di kirim
ke daerah Papua.
Namun distibusi logistik oleh kapal kargo
yang mengangkut barang dari wilayah Jawa menuju Papua, tidak diimbangi
dengan distribusi barang yang seimbang menuju daerah jawa. Akibat
rendahnya distribusi barang yang dikirim kembali ke pulau jawa,
berdampak pada semakin mahalnya penerapan tarif logistik yang
diberlakukan dalam distribusi barang menuju Papua. Karena kapal-kapal
kargo yang kembali berlayar menuju pulau Jawa dalam keadaan kosong tanpa
muatan barang.
Distribusi yang seimbang dari komoditas
barang yang diperdagangkan antar daerah/pulau di Indonesia menjadi salah
satu kunci dari mekanisme pengendalian harga komoditas barang antar
daerah/pulau. Mahalnya harga barang konsumsi di Papua bukan disebabkan
karena ketiadaan deep seaport, melainkan ketidakseimbangan volume pasokan komoditas barang, dari dan keluar wilayah Papua.
Presiden Jokowi telah mencanangkan
program pembangunan jalur sutra maritim dengan semboyan Indonesia
menjadi poros maritim dunia, salah satunya bertumpu pada pembangunan
konektivitas domestik yang menghubungkan pulau-pulau utama sebagai jalur
penghubung utama perdagangan di Indonesia.
Sejalan dengan visi Presiden Jokowi,
seharusnya untuk mensukseskan program jalur sutra maritim di Papua,
Pemerintah Pusat harus merubah paradigma pembangunan yang hanya berpusat
di pulau Jawa. Pesatnya pembangunan ekonomi di Pulau Jawa sangat di
dukung dengan banyaknya sentra-sentra Industri yang dibangun di Pulau
Jawa.
Sentra-sentra Industri tersebut, bukan
hanya di dominasi oleh para pelaku industri di sektor swasta melainkan
industri-industri strategis milik Pemerintah mayoritas dibangun di Pulau
Jawa. Sistem pembangunan sentralistik seperti ini, tentu saja akan
menciptakan sirkulasi ekonomi yang hanya tertuju pada Pulau Jawa.
Sedangkan daerah seperti Papua yang tidak
memiliki kekuatan industri hanya akan menjadi konsumen yang terus
menerus mengeluarkan anggaran konsumsi keluar dari daerah Papua,
sedangkan sumber pemasukan uang yang beredar di Papua tidak ada.
Sehingga tidak heran jika perekonomian di Papua masih tergantung dari
sumber pengeluaran anggaran Pemerintah Daerah.
Menurut laporan Bank Indonesia, pada
Triwulan III tahun 2014, permintaan barang-barang konsumsi dari kawasan
timur Indonesia mendominasi pertumbuhan perdagangan antar daerah/Pulau.
Hal ini pun menjadi parameter bahwa tingginya permintaan barang-barang
konsumsi dari Pulau Jawa sebagai daerah yang memiliki kekuatan Industri
terbesar di Indonesia, hanya menjadikan kawasan lainnya di Indonesia
termasuk Papua menjadi pasar bagi produsen-produsen di Pulau Jawa.
Layaknya sebagai konsumen, masyarakat
Papua hanya menjadi sasaran empuk kepentingan pasar dari luar Papua.
Perputaran uang tidak terjadi di dalam daerah Papua, tetapi justru
mengalir keluar daerah Papua, melalui tingginya permintaan barang-barang
konsumsi dari produsen di Pulau Jawa.
Kesempatan bagi Papua untuk tampil
menyetarakan diri dalam pembangunan ekonomi dan mengejar pertumbuhan
yang selama ini masih jauh tertinggal dibandingkan daerah-daerah lainnya
di Indonesia, mulai menuai harapan dengan dibukanya kesempatan untuk
pembangunan hilirisasi pertambangan mineral PT. Freeport dalam rencana
renegosiasi kontrak.
Pembangunan smelter PT. Freeport di Papua
tidak bisa di tawar-tawar lagi, karena industri smelter dapat menjadi
kekuatan ekonomi baru bagi daerah Papua untuk memacu pertumbuhan ekonomi
dan mendorong pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Papua menjadi
lebih baik.
Kesempatan yang selama ini telah dimiliki
oleh Pulau Jawa dengan memiliki banyak sentra-sentra Industri, harus
terdistribusi pula ke daerah Papua. Sehingga pembangunan ekonomi di
Papua dapat benar-benar di nikmati oleh masyarakat Papua.
Selama ini struktur perekonomian
Indonesia dikuasai oleh Pulau Jawa dengan kontribusi Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) yang mencapai 58,51% pada Triwulan ke III, 2014. Kontribusi
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) untuk pulau Papua hanya sebesar 1,9
% pada Triwulan ke III, 2014 yang terdiri dari kontribusi PDB Provinsi
Papua sebesar 1,21% dan kontribusi PDB untuk Provinsi Papua Barat hanya
0,69% (Sumber: Bappenas, 2014).
Berdasarkan data Bappenas 2014 tersebut,
kekuatan PDB pulau Jawa lebih besar 48 kali lipat dibandingkan kekuatan
PDB Provinsi Papua, dan jauh lebih besar lagi perbandingannya dengan
Provinsi Papua Barat yaitu 85 kali lipat.
Kecilnya kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Papua seharusnya menjadi dasar pertimbangan political will
pemerintah untuk menghadirkan pemerataan pembangunan di Papua, yang
tidak hanya secara persisten terus menerus membangun pulau Jawa dengan
kemegahan pusat-pusat Industri.
Pemecahan masalah rendahnya
kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Provinsi Papua dan Papua
Barat, tingginya angka kemiskinan, masalah ketertinggalan ekonomi,
keterbelakangan dan keterisolasian dapat mulai di resolusi dengan
mengutamakan pembangunan industri smelter di Papua.
Kini Tanah Papua tidak lagi dalam posisi
tawar-menawar dengan daerah manapun di Indonesia, karena pembangunan
Smelter PT. Freeport di Papua adalah harga mati untuk kesejahteraan
rakyat Papua.(kudiai Manfred)
0 thoughts on “Jalur Sutra Maritim di Papua akan Sukses Apabila Smelter Freeport di Bangun di Papua”