BREAKING NEWS
Search

Willem Wandik,S.Sos : Otsus Plus Bukan Undang-Undang Diskriminasi, Tetapi Penyelamat NKRI

Perjuangan Mahasiswa Papua se- Jawa-Bali  : Saat Demo Meperingati Hari Kemerdekaan Papua Barat 1 desember 2014 ke-53 tahum/KM
Kabarmapegaa.com– Perspektif diskriminasi undang-undang terletak pada ketidakadilan terhadap pelaku “subyek” yang dipandang mendapatkan porsi ketidakadilan atas pemberlakuan suatu undang-undang. Pertanyaannya kembali kepada konteks masalah, siapakah yang selama ini mendapatkan diskriminasi dan ketidakadilan yang terjadi di Tanah Papua?

Justru sumber masalah adalah masyarakat asli Papua selama ini menjadi komunitas masyarakat yang terbelakang dan tertinggal. Masyarakat asli Papua selalu menjadi subyek pesakitan dari setiap kompetisi yang diciptakan melalui regulasi yang mengabaikan keberpihakan kepada masyarakat asli Papua.

Penikmat pembangunan di Papua lebih di dominasi oleh kaum migran, kepentingan investasi atas sumber daya alam Papua justru memperkuat pembangunan di daerah lain, ini tentunya serangkaian bentuk ketidakadilan yang terjadi di Tanah Papua. Realitas yang terjadi di masyarakat asli Papua justru bertolak belakang dengan harapan yang dicita-citakan tentang social justice bagi rakyat di Tanah Papua. Kesenjangan itulah yang memicu ketidakpuasan masyarakat asli Papua terhadap peran Negara selama ini di Tanah Papua.

Upaya rakyat di Tanah Papua untuk berdikari atas pengelolaan sumber daya keuangan daerah, terhalangi dengan konspirasi pemerintah pusat yang masih saja ingin mendominasi sumber daya alam di Tanah Papua. Alih-alih menciptakan kemandirian keuangan daerah, Pemerintah Pusat lebih mengedepankan pendekatan “bapak memberi hadiah kepada anak” berupa ketergantungan finansial yang berkepanjangan terhadap Pusat.

Inisiatif rakyat di Tanah Papua untuk memiliki saham sendiri di PT. Freeport juga terhalangi dengan belum adanya regulasi yang tertuang dalam Otsus versi tahun 2001, yang menegaskan adanya kewajiban bagi setiap investor yang ada di Tanah Papua untuk menyediakan ruang kepemilikan bagi rakyat Papua atas pengelolaan sumber daya alam.

Upaya empowerment yang dilakukan melalui perangkat regulasi perundang-undangan adalah sarana yang menggunakan mekanisme ketatanegaraan untuk berpihak pada mereka yang lemah dan subyek yang mengalami ketidakadilan. Jika Otsus Plus dipandang sebagai undang-undang diskriminasi, lalu diskriminasi bagi siapa? justru undang-undang Otsus Plus dirancang untuk memulihkan harkat dan martabat rakyat Papua dari inequality yang selama ini menjadi simbol diskriminasi terhadap masyarakat asli Papua.

Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam Otsus versi Tahun 2001, hendak dipecahkan dalam rancangan Otsus Plus yang di inisiasi oleh para cendekiawan dan stake holder di Tanah Papua. Disatu sisi masyarakat yang menunjukkan ketidakpuasan atas permasalahan di Tanah Papua terus menerus menyuarakan referendum. Resolusi Otsus Plus tidak boleh hanya menjadi jalan tengah yang memoderasi persoalan di Tanah Papua dengan retorika kosong belaka.

Otsus Plus harus menggambarkan kebutuhan rill masyarakat asli Papua, sehingga rakyat yang selama ini menunjukkan ketidakpuasan dalam bentuk pilihan perjuangan dengan gerakan bersenjata, dapat menerima sepenuhnya konsensus bernegara dalam pangkuan NKRI dengan tangan terbuka tanpa harus menyimpan kekecewaan yang berkepanjangan yang terus menerus mengilhami konflik berdarah di Tanah Papua.

Jika negara tidak becus mengurus persoalan Papua, jangan salahkan jika radikalisme yang terjadi di masyarakat asli Papua akan terus tumbuh dan memperkuat gerakan persatuan masyarakat asli Papua yang terus mendorong referendum di Tanah Papua.

Sebagai masyarakat yang termarginalkan, aneh rasanya jika masyarakat asli Papua yang selama ini menjadi subyek ketidakadilan, dituduh bertindak diskriminatif karena menghendaki pemberlakuan undang-undang Otsus Plus.

Tujuan yang ingin dicapai dalam kerangka Otsus Plus bukanlah materi regulasi yang mengehendaki adanya pembentukan negara otonomi Papua. Tetapi terjemahan secara kontekstual dalam hubungan ketatanegaraan yang tertuang dalam amanah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Substansi yang hendak diperjuangkan dalam Otsus Plus adalah sudut pandang empowerment rakyat asli Papua yang tidak lagi harus mengacu pada definisi-definisi menurut  pendapat Pemerintah Pusat. Masyarakat asli Papua harus bisa merumuskan sendiri resolusi yang terbaik bagi pembangunan masyarakat asli Papua sendiri

Mendikte kehendak rakyat untuk memperbaiki kondisi di Papua, atas pertimbangan dan inisiatif dari orang di luar Papua adalah sesuatu yang akan kembali menciptakan regulasi yang gagal, karena tidak kontekstual dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh rakyat di Tanah Papua.

Nilai-nilai yang tertuang dalam rancangan Otsus Plus sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip NKRI, bahkan resolusi yang di tawarkan dalam Otsus Plus dapat menyelamatkan NKRI.

Dalam konsiderans undang-undang tentang pemerintahan Aceh yang masih berlaku hingga saat ini, menegaskan pentingnya pengakuan dan penghormatan terhadap satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang telah di atur dalam perundang-undangan.

Dalam sistem pemerintahan yang dibentuk berdasarkan asas Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak menegasikan “tidak mengharamkan” adanya klausul daerah yang bersifat khusus atau istimewa.

Jika Otsus Plus dipandang sebagai regulasi yang memuat ancaman terhadap NKRI, maka tentunya seluruh pranata perundang-undangan yang mengatur tentang kekhususan daerah dengan mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan produk yang bertentangan dengan NKRI.

Apa jadinya jika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang selama ini menjadi master konstitusi atas regulasi bernegara ternyata dipandang sebagai ancaman terhadap NKRI?

Jika demikian adanya atas pendapat pihak-pihak yang tidak menghendaki resolusi konflik Papua dengan resolusi ketatanegaraan “Otsus Plus“, maka tidak ada jalan lain lagi selain Papua harus meminta referendum kepada Republik ini.(Kudiai M/KM)



nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “Willem Wandik,S.Sos : Otsus Plus Bukan Undang-Undang Diskriminasi, Tetapi Penyelamat NKRI