BREAKING NEWS
Search

Willem Wandik,S.Sos : Otsus Plus Bagi Papua Merupakan Kehendak Sejarah

Otsus Plus Bagi Papua Merupakan Kehendak Sejarah/KM
Kabarmapegaa.com- Memasuki masa-masa 100 tahun berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, sejarah panjang konflik regional di negeri ini belum juga menandakan akan segera berakhir. Negeri ini mengalami pergolakan internal yang cukup serius dengan berbagai konfllik regional yang menyisakan sejarah kelam negeri Nusantara.

Pada awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh para the founding fathers telah berkonsensus mendirikan negara dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan bersama. Itulah yang kemudian menjadi dasar kebijakan politik bernegara yang wajib dijalankan oleh setiap pemimpin nasional.

Bangsa Papua sebagai bagian dari bangsa Nusantara yang kemudian mengalami unifikasi bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah 18 tahun usia proklamasi 45 (unifikasi secara resmi pada tahun 1963), pada awalnya memberikan harapan yang besar bagi terwujudnya cita-cita bernegara untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bagi bangsa Papua.

Bangsa Papua kemudian mengalami degradasi moral bernegara bersama bangsa Indonesia yang ditunjukkan dengan ketidakpuasan elemen rakyat Papua akan keseriusan Pemerintah menghadirkan tujuan kesejahteraan dan kemakmuran sebagaimana yang dicita-citakan dalam konsiderans konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Persoalan regional di Tanah Papua, merupakan kunci yang akan turut serta mempengaruhi nasib negara-bangsa Nusantara bernama Indonesia dalam masa-masa memasuki era 100 tahun berdirinya negara-bangsa Indonesia.

Negeri Paman Sam “Amerika Serikat” membutuhkan waktu 101 tahun lamanya untuk memasuki masa-masa awal tanpa permasalahan yang cukup serius terkait dengan konflik regional. Tercatat sepanjang tahun 1776 yang ditandai dengan deklarasi kemerdekaan Republik Amerika Serikat dari kolonialis Inggris, hingga menjelang tahun 1877 dengan berakhirnya rekonstruksi perang saudara antara Amerika Utara dan Amerika Selatan, sepanjang masa-masa itu negeri Paman Sam menghadapi pergolakan bernegara yang cukup serius.

Pelajaran penting dalam sejarah bernegara di Amerika Serikat, konflik regional diantara elemen bangsa Amerika berhasil dituntaskan dalam masa 100 tahun usia berdirinya negeri Paman Sam tersebut. Rekonstruksi atas perang saudara yang berkepanjangan yang menandai berakhirnya 100 tahun masa-masa kelam konflik regional, terbayar dengan lahirnya negara baru pada akhir abad ke-19 yang kemudian menjadi cikal bakal negara dengan kekuatan ekonomi dan militer yang akan menentukan sejarah dunia setelahnya.

Cita-cita negara Nusantara bernama Indonesia yang hendak mendorong terwujudnya sebuah negara yang kuat dan bahkan menjadi negara yang mampu menyaingi negara-negara besar dan kuat lainnya seperti Amerika Serikat dan China, akan sulit terwujud apabila masa-masa krusial memasuki usia 100 tahun berdirinya bangsa dan negara Indonesia tidak mampu menuntaskan persoalan regional di Tanah Papua.

Persoalan di Tanah Papua selama ini mendapat treatmen yang keliru, sehingga tidak pernah benar-benar menuntaskan ketidakpuasan bangsa Papua atas kesenjangan yang terjadi di Tanah Papua. Pendekatan Pemerintah selama ini, diumpamakan seperti Dokter yang salah menerapkan diagnosis penyakit yang berdampak pada pengobatan yang keliru, bahkan berdampak pada tindakan mallpraktek.

Akar persoalan di Papua bersumber pada masalah kesejahteraan, lalu kemudian dipolitisasi oleh faksi militer yang telah lama menguasai rezim Pemerintah Pusat dizaman Orde Baru yang kemudian terus saja bertahan hingga hari ini, dengan menerapkan pendekatan keamanan dan darurat militer atas bangsa Papua.

Terlihat cukup jelas, para penganut paham militeristik yang menguasai politik kekuasaan negara sejak awal tidak berniat serius menempatkan resolusi atas permasalahan di Tanah Papua. Pilihan mereka yang terus saja eksis hingga hari ini adalah menebar ketakutan di tengah-tengah bangsa Papua, dengan tujuan untuk menguasai “rasa takut masyarakat“.

Praktek memelihara ketakutan masyarakat sipil merupakan konstruksi negara-bangsa yang menganut paham keamanan tradisional. Negara yang mengadopsi paham ini, memandang bahwa model keamanan konvensional yang berbasis kekuatan militer sebagai wujud pertahanan kedaulatan negara atas ancaman yang datang dari dalam, maupun dari luar.

Jika ketidakpuasan bangsa Papua disikapi sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara, yang menjadi pertanyaan terpentingnya adalah apakah kehendak bangsa Papua untuk dapat menikmati akses kesejahteraan bagi segenap rakyat Papua, itu dipandang sebagai keinginan yang tidak pantas diterima oleh rakyat Papua?

Menebar ketakutan dan unjuk kekuatan militer atas bangsa Papua yang menghendaki perbaikan di segala dimensi kepentingan pembangunan di Tanah Papua, adalah pendekatan yang kontra-produktif terhadap penuntasan persoalan regional di Tanah Papua.

Pada saat ini dengan dirumuskannya rekonstruksi undang-undang Otsus versi Tahun 2001 kedalam rancangan undang-undang Otsus Plus diharapkan dapat menjembatani penuntasan persoalan Papua berdasarkan kepentingan yang dikehendaki oleh rakyat dan bangsa Papua.

Formula treatmen yang tepat dan solutif atas persoalan ketidakpuasan rakyat di Tanah Papua, harus mengacu pula pada kehendak dan keinginan kolektif rakyat di Tanah Papua. Resolusi tersebut sedang berada dihadapan Pemerintah Pusat melalui upaya mendorong diundang-undangkannya Otsus Plus bagi Tanah Papua.

Pada hari ini, bangsa Papua bukanlah sebuah bangsa yang dapat terus menerus, menerima perlakuan diskriminatif, melalui serangkain peran propaganda “menebar rasa takut” di tengah-tengah bangsa Papua. Hal itu justru semakin menguatkan gerakan radikalisme dan memperdalam kebencian terhadap simbol-simbol pemerintah dan militer di tengah-tengah rakyat dan bangsa Papua.

Bangsa Papua tidak menghendaki untuk mengkalim kekayaan minyak yang ada di pulau Natuna, tidak pula menghendaki kekayaan mineral dan hutan yang ada di pulau Kalimantan, serta bangsa Papua tidak pula berkeinginan merampas hak-hak bangsa lainnya yang ada di Nusantara.

Bangsa Papua hanya menghendaki takdir dari sejarah perjalanan panjang perjuangan rakyat di Tanah Papua untuk dapat memiliki kemandirian “dapat berdikari” dalam pengelolaan sumber daya alam dan keuangan daerah, beserta eksistensi kultural yang menjadi simbol pemerintahan rakyat Papua sebagai bagian dari bangsa Nusantara.(Kudiai Manfred/KM)



nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “Willem Wandik,S.Sos : Otsus Plus Bagi Papua Merupakan Kehendak Sejarah