Manase Degei, Ketua Kord. LP2TRI Papua dan Papua Barat. (Foto: Dok FB/Ist/KM) |
Oleh: Menase Degei
Pemantau
Pemerintah Eksekutif, Legeslatif dan Yudikatif atau Triaspolitika adalah
gagasan Montes Qiue, salah seorang pemimpin revolosi di Negara Romawi.
Metode
Triaspolitika lahir untuk menentang pemerintahan kerajaan yang kejam dan
biadab. Maksudnya, agar negara berubah menjadi pemerintahan yang berdaulat,
adil, dan makmur bagi rakyat dan bangsa Roma pada jaman itu.
Republik
Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 hingga saat ini, juga menjadikan
triaspolitika sebagai landasan baku dalam menjalankan roda pemerintahan. Jadi,
Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif merupakan tatanan Negara Republik Indonesia
dalam mewujudkan keadilan, kemakmuran bagi rakyat dan bangsa Indonesia.
Edy
Mawardi SH merupakan tokoh yang sangat tertarik untuk mengembangkan ide
triaspolitika tersebut, sehingga dia mendirikan lembaga swadaya masyarakat
(LSM), dengan menggunakan nama Triaspolitika Republik Indonesia atau lengkapnya
Lembaga Pemantau Penyelenggara Triaspolitika Republik Indonesia (LP2TRI).
Tidak
heran, LP2TRI ini pun menyoroti penyelenggara negara yang melakukan
penyimpangan dan pelanggaran, baik sengaja maupun tidak sengaja, khususnya yang
menyangkut tindak pidana korupsi. Di antaranya, korupsi penyimpangan pelayanan
birokrasi, korupsi penyalahgunaan uang anggaran belanja negara, atau
penyimpangan antara penyuap dengan yang di suap yang identik disebut makelar
kasus (Markus), agar negara maupun masyarakat tidak dirugikan, sesuai dengan
Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001, sebagaimana perubahan
Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
“LP2TRI
merupakan lembaga swadaya masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat dan bagi
masyarakat yang peduli. Kami merespon positif mesukan, keluhan bahkan aduan
dari masyarakat pada umumnya, ataupun berdasarkan temuan-temuan atas inisiatif
sendiri,” ujar Ketua Umum LP2TRI Edy Mawardi SH merilis melalui Koran Transaksi
di Gedung Nusantara 3 DPR RI Jakarta, seusai melakukan pemantauan rapat dengar
pendapat (RDP) antara Komisi III dengan Polri, Kejaksaan Agung dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu (18/11) tahun 2011.
Terhadap masukan dan data tersebut, kata Edy menjelaskan, pihaknya selanjutnya melakukan penelitian, kajian dan penyelidikan serta menganalisanya dengan berbagai peraturan dan perundangan berkaitan dengan penyelenggaraan negara, termaksuk proses dan prosedur pembuatan aturan perundangan itu sendiri.
“Analisa
dan hasil kesimpulan kemudian ditindaklanjuti dengan mengajukan masukan,
pendapat, rekomendasi koreksi dan atau penyempurnaan yang perlu dilakukan
lembaga penyelenggara negara, yakni Triaspolitika (Eksekutif, Legeslatif dan
Yudikatif).
Sedangkan
upaya lain seperti memotivasi, memberikan penekanan (pressure), bahkan
pendampingan melalui prosedur yang sesuai dengan peraturan dan perundangan yang
berlaku. Karena itu markus peradilan harus diberantas,” terang Edy Mawardi,
menambahkan.
“LP2TRI
mengutuk keras pelaku-pelaku rekayasa terhadap Antasari Ashar adalah tindakan
biadab. Rekayasa dan kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) merupakan pelanggaran HAM berat,” tandas Edy Mawardi.
Berbagai
temuan kasus telah ditangani LP2TRI. Namun, Edy tidak merincikan satu persatu
kasus penyimpangan apa saja yang ditangani. Menurutnya, saat ini pihaknya
sedang memantau pelaksanaan tender
Pengadaan Sapi Ternak dari Departemen Pertanian RI yang diselenggarakan di Bandung. “Tender pengadaan sapi tersebut kami pantau karena ada pengaduan dari peserta tender yang menyatakan bahwa pelaksanaan tender diduga terjadi penyimpangan,” ujarnya.
Situasi Negara Tak Menentu, maka keberadaan LSM seperti LP2TRI dirasakan semakin penting. Seperti dikatakan Piter A. Rohi, salah seorang wartawan senior situasi negara saat ini semakin tidak menentu. Pemerintah tidak dapat sepenuhnya menguasai keadaan, karena reformasi yang hilang arah.
”Chaos
terjadi di mana-mana dan makin terasa ancaman terhadap keutuhan bangsa. Ada
pertikaian antaragama, antar etnik, bahkan antar kampung sudah menjadi berita
sehari-hari. Bahkan, pertikaian pribadi antar elite politik pun tiada
henti-hentinya, seakan-akan menjadi bagian dari budaya politik republik ini,”
ujar Piter A Rohi.
Keadaan sepeti tiu justru terjadi setelah pemerintahan Soeharto jatuh. ”Mengapa? Berbagai analisa dilakukan, tetapi akar masalah tidak ditemukan,” tandas wartawan senior itu.
Sebenarnya,
kata Piter A Rohi, kekuatan Soeharto antara lain adalah monopoli informasi dan
melakukan pembatasan-pembatasan, sehingga media komunikasi yang berhasil
ditekan. ”Jadi, mereka yang menguasai informasi adalah mereka yang akan
memenangkan pertarungan politik dan bisnis pada masa depan. Soeharto telah
membuktikan itu, bahwa dia kuat karena dia mampu mengendalikan informasi,”
ujarnya.
Setelah
era Soeharto berlalu, lanjut Piter A Rohi, kebebasan media massa tak lagi dapat
dikekang. Kebebasan yang diberikan oleh mantan Presiden Habibie, bahkan telah
digunakan ke arah yang salah. Pemilik media lebih berorentasi pada bisnis
semata-mata, tanpa memikirkan kepentingan umum dan aspeknya dalam masyarakat.
Para pengelola media pun mengabaikan nilai-nilai etika jurnalistik.
”Media
massa semakin jauh dari dasar filosifis pers itu sendiri yaitu menjaga
ketertiban dalam masyarakat. Apabila ketertiban dalam masyarakat saja sudah
diabaikan, bagaimana mungkin mereka peduli pada perdamaian bangsa-bangsa di
dunia?” katanya.
Dari
pandangan singkat tersebut, ujar Piter A Rohi menjelaskan, bisa dibuktikan
bahwa pers secara sadar atau tidak telah ikut andil dalam mempertajam
pertikaian antarelite politik, antargolongan dan antar lembaga negara (Polri,
Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK).
”Dengan
demikian sesungguhnya pers kini lebih cenderung meresahkan masyarakat, dan
lebih buruk dari itu, telah berdampak pada memecah belah bangsa ini, yang pada
gilirannya meruntuhkan Negara kesatuan Republik Indonesia,” tandasnya.
Merasakan
situasi makin memburuk, imbuh Piter A Rohi, para pekerja pers yang sangat
prihatin. ”Mari peduli pada ketenangan masyarakat, keutuhan bangsa, serta
perdamaian umat manusia, ada jalan keluar. Maka Koran Transaksi saya doakan
agar menjadi sebuah media besar yang mampu menegakkan etika jurnalistik ke
depan nanti. Maju terus dan sukses Koran Transaksi!” teriak Piter, memberikan
semangat.
Oleh
karena itu sesuai Press Releass Ketua KPK: Hukuman Mati Bagi Para Koruptor Akan
Segera di Terapkan. Agus Rahardjo selaku ketua KPK ingin hukuman mati
secepatnya di terapkan di Indonesia, maka Ketua Koordinator Lembaga Pemantau Penyelenggara
Triaspolitika (LP2TRI) Provinsi Papua dan Papua Barat mendukug penuh upaya yang
dilakukan ini.
Secara
Pribadi sebagai Ketua Koordinator yang melakuan tugas investigasi dan inteligen
mendukung agar hal ini dapat diterapkan untuk mewujudkan pemerintah yang bebas
korupsi.
Korupsi
dapat menyebabkan banyak hal dalam melaksanakan tugas kepada pemerintah
Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif yang selama ini kian berganti korup yang
mengakibatkan pembangunan tidak jalan sesuai visi misi mereka, menambah angkah
kemiskinan, menambah pengangguran yang dapat mempengaruhi atau branding
reputasi institusi dan negara.
Sebagai Lembaga Peduli Bebas dari Korupsi tetap mendukung upaya ini karena kita sudah memberikan warna negatif terhadap publik.
Sebagai Lembaga Peduli Bebas dari Korupsi tetap mendukung upaya ini karena kita sudah memberikan warna negatif terhadap publik.
Kami
tetap proses dan melaporkan dugaan dan menyalah-gunaan jabatan serta nama
pemerintahan sebagai lokomotif dalam melaksanakan praktek korup baik dalam
pemerintah maupun dalam perusahaan yang seenang-wenang melakukan korup tanpa
konsep.
Dalam
kesempatan ini juga kami dapat mendesak kepada Ketua KPK agar dapat segera
diterapkan UU Hukuman Mati bagi para koruptor karena ini sudah kategori
penyalah-gunaan aset negara.
Ketua Koordinator
LP2TRI Provinsi Papua dan Papua Barat, Manase Degey
0 thoughts on “LP2TRI Papua Siap Bantu Pemberantasan KKN Melalui Hukuman Mati ”