Logo LBH.Ist |
Yogyakarta, (KM)--Huru-hara secara ilegal terhadap mahasiswa Papua untuk membangun diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jumat, (15/07/2016).
"Adili Polisi Pelanggar Kode Etik dan Pelaku Pelanggaran Hak Konstitusi Mahasiwa Papua"
Indonesia adalah negara hukum sehingga perlindungan HAM adalah tanggungjawab negara melalui pemerintah sesuai dgn pasal 28 i ayat (4), UUD 1945. Dalam rangka menjamin HAM warga negara, negara telah memberikan mandat kepada pihak kepolisian sebagai pelindung, pengayom dan penegak hukum di dlm masyarakat.
Salah satu hak konstitusi adl hak menyampaikan pendapat dimuka umum sebagaimn dijamin pada Pasal 28 UUD 1945 serta UU HAM dan terkait mekanismenya dijamin dalam UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka umum.
Berdasar realitas ketidakadilan struktural yg terjadi di Papua selanjutnya mahasiswa Papua menggunakan hak konstitusi untuk mengembangkan diri melalui pendidikan (Psl 28 c ayat 1, UUD 1945) selanjutnya berjuang memajukan diri dalam perjuangan kolektif untuk membangun masyarakat bangsa dan negara (Pasal 28 c ayat 2, UUD 1945) dengan cara melawan ketidakadilan di Papua menggunakan hak berserikat berkumpul berdiskusi dan menyatakan pendapat dimuka umum merupakan perjuangan kostitusional yang wajib didukung dan dilindungi oleh seluruh warga negara dan terlebih khusus pihak kepolisian yg bertugas untuk melindungi HAM.
Meskipun demikian sejak awal tahun 2016 hingga tanggal 14 Juli 2016 perjuangan konstitusi yang dilakukan mahasiswa papua di DIY didiskriminasikan dengan berbagai bentuk dan bahkan direpresi oleh aparat keamanan (TNI dan POLRI) sehingga hak demokrasinya berjalan tidak maksimal.
Berdasarkan data yang ada, beberapa tindakan pelanggaran hak konstitusi oleh polisi terhadap mahasiswa papua di DIY, sebagai berikut :
1.Pengepungan asrama papua oleh polisi pada bulan April 2016;
2. Represifitas aparat (polisi) pada aksi mimbar bebas di depan asrama 2 Mei 2016 n 30 Mei 2016;
3. Pengepungan asrama oleh polisi pada tanggal 14 Juni 2016 dan represifitas sebelum dan saat aksi 16 juni 2016
4. Pengepungan asrama papua oleh polisi pada tanggal 1 Juli 2016, tgl 13 Juli 2016; dan
5. Yang terakhir adalah pembungkaman ruang demokrasi pada tanggal 14 Juli 2016 oleh ratusan aparat Polri lengkap menggunakan senjata dan mobil water canon yg dihadapkan tepat di depan pagar asrama.
Dalam rangka mewujudkan tindakan ilegal yang berujung pada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh polisi terhadap mahasiswa Papua.
Awalnya dimulai dari sikap kasatintelkam yang menerima surat pemberitahuan dari mahasiswa Papua selanjutnya pihak intelkam memberikan "Surat Tanda Terima Pemberitahuan", namun didalamnya terkait rute diubah sehingga arahnya berbeda dengan rencana dalam surat pemberitahuan yang diserahkan.
Sikap kasatintelkan itu jelas-jelas melanggar UU No 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum sebab pada prinsipnya polisi menyesuaikan dengan rute yang ditetapkan disampaikan dalam surat pemberitahuan. Fakta perubahan rute itulah yang dilakukan kasatintelkam saat aksi demonstrasi mahasiswa papua pada tanggal 14 juni 2016 lalu sehingga membuka peluang polisi melakukan tindakan represis.
Hal pelanggaran UU No 9/1998 kembali dilakukan oleh kasatintelkam polresta Yogyakarta kepada mahasiswa papua pada tanggal 13 Juli 2016 kemarin namun kali ini beliau menyalah-artikan isi pasal 10 ayat (3), UU No 9/1998 dimana perihal pemberitahuan disampaikan 3X24 jam sebelum kegiatan, diartikan menjadi 7X24 jam sebelum kegiatan. Melalui sikap itu salah satunya telah melahirkan tindakan represif tanggal 14 Juli 2016 kemarin.
Sikap kepolisian itu sangat kelewatan dan bahkan berlebihan serta jelas-jelas melanggar HAM dan Perkap No 8 Tahun 2009 tentang implementasi HAM dalam tugas Polisi.
Selain itu, Pengerahan pasukan untuk penggepungan serta tindakan represifitas polisi terhadap mahasiswa papua sendiri perlu dipertanyakan terkair apa dasar hukum yang dilanggar oleh mahasiswa Papua sehingga polisi seenaknya melakukan tindakan tidak profesional dan melanggar hukum secara beruntun dari awal 2016 hingga 14 juli 2015 lalu, sebab jika hanya menyampaikan pendapat di muka umum itukan hak demokrasi yang dijamin dalam UUD 1945, UU HAM dan UU No 9/1998 Tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Kok sikap polisi sanggat berlebihan seperti itu.
Berdasarkan tupoksi kepolisian sebenarnya polisi melindungi dan memfasilitasi tersalurnya hak berdemokrasi dan berekspresi bagi mahasiswa papua dan masyarakat sipil di Jogja, namun karena faktanya demikian maka pertanyaannya adalah apakah polisi melindungi HAM atau tidak jika pendekatannya demikian?
Berdasarkan sikap polisi sejak awal 2016 hingga 14 Juli 2016 terhadap mahasiswa Papua dengan menggunakan peralatan seperti senjata lengkap serta wotercanon diatas menunjukan bahwa sikap polisi membuat ketidaknyamanan dan justru semakin membuat masyarakat sekitar khawatir.
Berdasarkan semua sikap dan tindakan polisi diatas dapat disimpulkan bahwa ada tujuany terselubung dari semua sikap polisi terhadap mahasiswa Papua diantaranya:
1) Membungkam perjuangan kostitusional mahasiswa papua dan
2) Membangun streotip untuk mendiskriminasikan mahasiswa papua baik atas dasar rasis, tindakan, pandangan dan bahkan dalam penegakan hukum dengan tujuan menyembunyikan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh polisi secara struktural terhadap mahasiswa Papua dan memfasilitasi terjadinya konflik sosial antara mahasiswa Papua dengan warga sipil Yogyakarta berdasarkan diskriminasi yang dibangun secara struktural oleh polisi di DIY.
Pada prinsipnya sikap dan pendekatan polisi terhadap mahasiswa papua dan perjuangan HAM yang merupakan hak konstitusinya dari awal 2016 hingga 14 Juli 2016 kemarin, semakin membuat situasi DIY tidak tenang dan tentunya semua sikap polisi terhadap mahasiswa Papua telah membuat warga DIY kuatir sebab mahasiswa papua tidak melakukan tindakan yg melanggar hukum. Justru polisi yang melanggar HAM karena:
Pertama, telah melakukan teror melalui penggepungan tanpa sebab.
Kedua, Melakukan tindakan represif secara struktural dan membatasi hak menyampaikan pendapat dimuka umum; serta
Ketiga, Menyalah gunakan Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2010 tentang tata cara lintas ganti dan cara bertindak dalam penanggulanggan huru-hara. Serta Protap Kapolri No 1/X/2010 ttg Penangganan Anarkis. Pada saat yang tidak terjadi huru hara dan anarkis.
Harapannya, hal-hal yang tidak profesional yang dilakukan oleh anggota polisi itu wajib ditindak tegas oleh PROPAM sebab jika tidak ditindak maka akan semakin meresahkan kenyamanan warga Yogyakarta serta akan mengubah citra Polisi dari pelindung, pengayom dan penegak hukum sebagai pengacau kenyamanan warga Yogyakarta, pemulus terjadinya konflik sosial berbasis diskriminasi dan rasis di Yogyakarta dan pelanggar HAM secara sistematik di DIY.
Berdasarkan hal-hal diatas maka diharapkan bagi seluruh warga yogyakarta untuk bersatu menyelamatkan perjuangan konstitusional dari aparat yg tidak profesional demi wujudkan ruang demokrasi yang nyaman tanpa diskriminasi diwilayah DIY.
Selanjutnya diharapkan agar seluruh warga dengan tegas mempertanyakan "dana penggerahan pasukan" yg giat dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap mahasiswa papua menggunakan implementasi Protap No 1/X/2010 ttg penangganan anarkis dan Perkap No 8/2010 ttg tata cara penanggulanggan huru hara, pada saat tidak anarkis dan tidak huru-hara dalam perjuangan hak konstitusional yang dilakukan oleh mahasiswa Papua dan masyarakat sipil di Yogyakarta.
Untuk diketahui bahwa Diskriminasi Rasisme adalah Penyakit dalam kebinekaan. Jangan biarkan polisi yang tidak profesional gunakan alat negara dengan pendekatan yang ilegal untuk menciptakan diskriminasi di Yogyakarta.
Satukan pandangan untuk selamatkan hak konstitusional dari ancaman diskriminasi di Yogyakarta
Laporan Lembaga Badan Hukum LBH Daerah Istimewa Yogyakarta kepada wartawan Kabar Mapegaa, siang ini, Pukul 11,00 WIB.
Pelapor: Emanuel Gobay - LBH
Pewarta: Manfred Kudiai
0 thoughts on “Laporan LBH DIY: Polisi Praktekkan Penanganan Anarkis dan Penanggulanggan”