Kami menunggu penggungkapan Paniai Berdara Presiden Jokowi dan Bupati Paniai. Ist |
Oleh:
Yosafat Mai Muyapa
Opini,(KM)--Hari,
minggu, bulan bahkan tahun, kasus Paniai berdarah 8 Desember 2014 semakin
dilupakan Negara. Kebijakan itu yang diambil melalui Komas HAM RI sangat jitu.
Namun, perjalanan kebijakan belum ada kejelasan hingga saat ini. Padahal, pihak
korban di Paniai sangat merindukan pelaku dari kasus Paniai segera terungkap.
Siapa yang salah?
Penulisan
ini telah menjadi moment yang tepat bagi saya agar saya menuliskannya sebagai
pengganti kalimat lupa menjadi ingat kembali. Meski, hari demi hari banyak
kasus kehidupan yang terjadi di Papua dan itu terjadi silih berganti.
Penulisan
kasus paniai ini adalah bagian dari kerinduan, tangisan air mata terhadap
kehidupan mama, bapak, adik, dan kakak di Paniai, Papua.
Paniai
terlihat indah sejak duluh sampai saat ini. Mengukir sejuta keindahan, danau
Paniai yang begitu merah terjolok di
jantung kota Enarotali di saat senjah tiba. Hal itu, membuat diriku memandang
di tiap arah matahari, kau terlihat Indah.
Namun,
tepat pada tanggal 08 Desember 2014 terdengar berbagai rentetan suara. Apa itu kata hati saya.
Ternyata suara senjata milik TNI/Porli tepat berdiri di mata sudut kota melemparkan tembakan.
“Tuh...Tuh”, 4 pelajar siswa tewas dan belasan warga sipil lainnya luka-luka.
Setelah
mendengar rentatan sejanta dan korban tertimpa di belahan timur, begitu banyak
manusia terkurung di bawah monumen lapangan Karel Gobai. Hal itu, justru
memikat kata hati untuk melapiaskan kepada sang pencipta. “Oh, Tuhan
tolong-tolong nyawaku.” Karena nyawaku sedang dirampok oleh orang yang tidak
dikenal.
Kasus
itu, sudah memakan waktu yang cukup lama, tapi belum ada penanganan yang jelas.
Meski, sudan bentuk Tim Ad Hoc dari Komnas HAM RI, namun, hingga kini belum
menungkap siapa pelaku kasus Paniai berdarah. Hal ini pun, Ketua Dewan Adat
Kabupaten Paniai dan DPR Papua dan pihak lainnya selalu mengawal kasus itu.
Terungkap, “Mereka juga sebagai pihak Independen dan pihak korban yang selalu
mati-matian mengawal kasus itu. Namun, terkesan hingga saat ini.”
Melihat
situasi di dalam kehidupan ini terkadang memicu di dalam hatiku. Sebab,
mengingat malar tewasnya 4 siswa dan belasan warga sipil lainnya luka-luka. Hal
itu, justru memikau dan menangis atas kasus itu. Karena akulah pihak korban
yang masih hidup.
Perjalanan
duka itu, justru tak seorang pun datang menghibur, menemani, dan menyayangiku.
Waktu telah, sedang, dan terus berjalan atas peristiwa kasus Paniai itu. Siapa
yang harus bertanggungjawab lagi demi manusia.
Kedatangan
JOKOWI di Papua
Setelah
bergulirnya kasus paniai sejak tanggal 8 Desember 2014 yang menewaskan 4
pelajar berseragam sekolah dan belasan warga sipil lainya luka-luka.Sementara
rakyat Paapua masih dalam situasi duku,
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) mendatangi di bumi Papua
untuk adakan natal bersama dengan rakyat Papua pada akhir-akhir Desember 2014.
Pikir
rakyat yang sebagai pihak korban, kasus Paniai akan diselesaikan Jokowi di saat
kedatangan Prisiden RI, Joko Widodo. Karena melihat kedatangan beliau, Jokowi
tepat di hari duka rakyat Papua atas bergulirnya kasus paniai berdarah.
Tapi,
sayangnya kedatangan Jokowi bukan tujuan utama untuk kasus Paniai. Melainkan,
janji-janji rakyat Papua terhadap Jokowi saat Jokowi calon presiden . hal itu
yang ingin dituntaskan.
Atas
dasar itu, aku berkata dengan bahasa sederhana, Pak Jokowi yang saya hormati,
Pak, telah lupakah kasus Paniai dan Pak perna bilang tentang kasus paniai
berdarah, cepat akan diselesaikan. Namun, kenyataanya tak ada respon yang
betul.
Pak
Jokowi..!
Aku
masih tetap ingat sampai kapan pun atas tindakan janji palsu Pak atau tindakan
tidak memanusiawi yang telah dilakukan Negara Indonesia melalui kaki tanganya
TNI/PORLI ini yang menewaskan 4 pelajar berseragam dan belasan warga sipil lainya luka-luka. Karena,
peristiwa paniai adalah dikategorikan
pelanggaran HAM berat.
Perlu
diketahui Jokowi, kematian 4 pelajar
berseragam bukan sekata binatang yang tewas, tapi manusia dan meraka
punya hak untuk hidup dan hak untuk berpendidikan.
Penulis
berpikir bahwa manusia adalah tetap manusia dan binatang juga tetap binatang.
Namun, manusia bisa memandang dari semua yang ada di dunia manusialah yang
pandang bukan binatang.
Sekilas
balik, kalau memang “Bhineka Tunggal Ika” ada dan melakat, buat apa memandang
sesama manusia yang berada di dalam satu Negara dipandang seperti bintang.
Karena, kalau dipikir hal itu yang ada
di belahan Negara ini. Memang kita beda. Karena beda, akhirnya ditembak.
Dan
jika memang memandang Negara adalah Negara hukum dan demokrasi. Berarti Negara
harus pandai memilih dan menilai mana yang kasus dan mana yang bisa
diselesaikan secara terstruktur. buat apa sembunyikan. Padahal, Negara telah
mencatat di dalam UU 45. Semuanya sudah jelas. Itu yang harusnya menjadi
patokan.
Padahal,
Negara selalu mengaku di bahwa Negara adalah berdaulat. Artinya, Negara disebut negara yang punya manusia yang
menjunjung tinggl Adil dan Beradap. Semestinya, sosok konsistusi harusnya
berpegang teguh bukan main dan perkosa Negara.
Itulah
kehidupan bangsa Indonesia. Yang semestinya manusia menjadi orang terhormat.
Namun, dicikal bakal menjadi setengah manusia.
Untuk
itu, karena terkesan, kasus Pania hingga kini belum ada kejelasan. Meski komnas
HAM RI lagi dan sedang berusaha. Meski belum ada jawaban pasti. Namun,
semestinya lebih bijak dalam
menangangani kasus Paniai ini.
Penulis:
Anak Jalanan Kaki Abu Yang Sedang Kuliah
Di Papua
0 thoughts on “Paniai Berdarah 8 Desember 2014: Meski Dilupakan Negara, Aku Masih Ingat Goresannya”