Yan CH Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH, Manokwari, Papua Barat (Foto: Oktovianus Pogau/SP) |
PAPUAN,
Jayapura— Pernyataan Obed Arik Ayok (anggota
DPR PB dan Ketua Ikatan Pemuda Mekkesa) seperti yang dilansir surat kabar
harian Media Papua, Rabu (31/10), perlu diluruskan agar tidak menimbulkan
multi-tafsir dan menimbulkan keresahan dalam kehidupan bermasyarakat dari
seluruh rakyat Papua yang ada di kota Manokwari dan sekitarnya.
“Menurut
pandangan saya, bahwa kejadian bentrok yang terjadi antara aparat keamanan
(Polisi) dengan sejumlah pemuda yang dikordinir oleh Komite Nasional Papua
Barat (KNPB) belum lama ini di Manokwari sebaiknya dilihat secara utuh dan
tidak sepotong-sepotong.”
Hal
ini disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Pengkajian dan Bantuan
Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinissy, dalam press release yang
dikirim ke redaksi suarapapua.com, Rabu (31/10) siang tadi.
Menurut
Warinussy, apa yang terjadi sebenarnya karena tertututpnya saluran demokrasi
yang memarginalkan rakyat Papua di tanah adat mereka sendiri.
“Saya
yakin, termasuk warga suku Arfak juga dalam menyampaikan aspirasi politiknya
kepada pemerintah dilakukan dengan unjuk rasa dan demonstrasi.”
Dikatakan
oleh Warinussy, mengenai soal penyampaian aspirasi Papua Merdeka dalam unjuk
rasa, adalah hal yang wajar dan dibenarkan.
“Pak
Obed juga adalah salah satu dari anggota Tim 100 yang dahulu pada tahun 1999
sempat datang bertemu mantan Presiden B.J. Habibie untuk meminta agar Papua
diberi kemerdekaan atau lepas dari NKRI.
Aspirasi
ini bukan terletak pada soal murni atau tidak murni, tapi bahwa suatu fakta
sejarah sudah dimana dari Manokwari inilah sejarah perjuangan pembebasan Papua
Barat itu juga dimulai,” tambah Warinussy.
Disampaikan
juga, adalah fakta bahwa rakyat Papua di seluruh persada bumi Cenderawasih ini
senantiasa menggugat sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI, adalah sesuatu yang
tak terbantahkan lagi dan sudah berulangkali dilakukan dan diperjuangkan bahkan
sudah meluas ke forum internasional, meskipun dukungan secara politik belum
diperoleh, tetapi bahwa dunia mengetahui jika orang-orang asli Papua sedang
memperjuangkan haknya untuk menetukan masa depannya sendiri itu jelas bukan
menjadi rahasia lagi.
Sehingga,
lanjutnya, adalah baik jika sebagai tokoh atau pemuka masyarakat, Pak Obed dan
para kepala suku bersama Ketua Dewan Adat Papua (DAP) dan juga LMA di daerah
ini duduk bersama dan menyusun langkah untuk membangun kebersamaan diantara
semua suku Papua maupun non-Papua yang ada di daerah ini untuk tujuan bersama
membangun Manokwari maju menjadi Kota yang multi etnis tapi penuh kedamaian dan
mengdepankan penghormatan hak asasi dan hukum.
“Saya
mengatakan hal ini karena bagi saya bagaimanapun peran dari rakyat Papua secara
umum untuk membuat kota Manokwari dan sekitarnya menjadi terbuka dan maju
seperti sekarang ini sudah nyata dan tak bisa disangkal oleh siapapun.
Juga
tentang pilihan belajar di sejumlah sekolah dan perguruan tinggi di Manokwari
adalah sesuatu yang nyata karena dari dulu memang Manokwari terkenal sebagai
kota yang tenang dan baik untuk menikmati proses pendidikan disini.
Sehingga
tidak heran jika warga masyarakat, khususnya pemuda dari berbagai daerah (Biak,
Serui, Jayapura, Pegunungan Tengah), Nabire dan Sorong serta Fakfak bahkan
Merauke bahkan dari luar Papua memilih Manokwari sebagai kota studinya,” tegas
pembela HAM ini.
Dengan
demikian, lanjutnya lagi, penting sekarang ini untuk para pimpinan adat, kepala
suku dan tokoh masyarakat duduk bersama untuk menyusun pola dan strategi
pendekatan dalam menyikapi berbagai dinamika sosial-politik, budaya dan ekonomi
yang senantiasa berimplikasi pada proses penegakan hukum dan keamanan di daerah
ini.
“Barngkali
sangat baik jika kesempatan pergantian Kapolres Manokwari dari AKBP Agus
Supriyanto kepada AKBP Ricky Taruna Maruh (mantan Kapolres Biak Numfor) dapat
digunakan sebagai kesempatan untuk membangun kembali tali persaudaraan diantara
berbagai suku dan warga masyarakat yang ada di daerah ini,” tutupnya.
Sebelumnya,
di SKH Media Papua, Obed Arik Ayok membuat pernyataan yang intinya meminta agar
aksi demonstrasi mendukung Papua Merdeka yang dilakukan oleh KNPB tidak
dilakukan di Manokwari, Papua Barat, sebab ia beranggapan aksi-aski tersebut
dilakukan dengan tidak murni.
Ia
juga meminta agar aksi-aksi seperti itu sebaiknya dilakukan di Jayapura, Papua.
Dalam aksi yang dimotori oleh KNPB 23 Oktober lalu, 11 orang ditangkap aparat.
4 orang mengalami luka tembak, dan lainnya menderita luka pukul dan memar dari
aparat kepoilisian.
(OKTOVIANUS POGAU)
Sumber : Suara Papua
0 thoughts on “Warinussy: Bentrok Polisi-KNPB Harus Dlihat Secara Utuh”