Oleh:John Kabor Byak.
(Foto doc Pribadi Jhon Kabor Byak/KM) |
Freeport berdiri pada tahun 1912. Awalnya hanya
perusahaan kecil penambang belerang. Pada 1940, Freeport kemudian mulai
mengembangkan sayapnya dengan membuka pertambangan Nikel di Kuba. Namun tak
bertahan lama karena diambil paksa oleh Fidel Castro. Setelah hasil dari
berbagai tambang mereka mengalami penurunan, berbekal catatan peneliti Belanda,
tahun 60-an mereka menelusuri bumi Papua. Menakjubkannya, disitu mereka
menemukan kandungan tembaga 13 juta ton diatas permukaan tanah.
Kandungan itu kelak menjadikan Freeport sebagai
tambang tembaga ketiga terbesar didunia. Dalam tahun 1972, Freeport melakukan
ekspor perdana konsentrat tembaga. Saat itu Amerika Serikat lagi dilanda perang
habis-habisan dengan Vietnam. Harga tembaga melangit. Penambangan pun digenjot
besar-besaran. Alhasil Freeport menangguk keuntungan yang sangat besar. Dengan
kekayaannya itulah, Freeport mengakuisisi Mc Moran Oil and Gas, dan mengubah
namanya sendiri menjadi Freeport Mc Moran. Gunung Rumput di Tembagapura, yang
kelak disebut pula sebagai Gunung Emas, mulai dikelola Freeport pada 1988.
Sebelumnya kandungan emas ini telah ditemukan tahun 1936 oleh peneliti Belanda
Jacquese Dozy.
Setelah tembaga terbesar ketiga, kini Freeport
memiliki tambang emas terbesar pertama di dunia. Keuntungannya memang menggila.
Pada Januari 2001, harga Tembaga hanyalah US$ 2.13/kg. Pada Januari 2005,
harganya naik menjadi US$ 3.70/kg dan meroket pada Januari 2006 menjadi US$
5.43/kg alias 250% dibanding 5 tahun sebelumnya. Harga emas juga demikian. Pada
awal 2001 masih sekitar US$ 9.000/kg, meningkat menjadi US$ 15.900/kg di awal
tahun 2005, dan kini melangit hingga lebih dari US$ 18.900/kg. Saham terbesar
diperusahaan ini adalah milik Freeport Mc Moran, 81.2 %. Pemerintah Indonesia
hanya memiliki 9.4 % saham. Sedangkan, sisa saham sebesar 9.4%, dimiliki oleh
Indocopper Investama, yang ternyata 100% saham perusahaan ini dimiliki Freeport
Mcmoran juga. Dalam perkembangannya, Freeport Mcmoran berencana melepas
Indocopper Investama. Pertanyaan saya adalah; Berapa saham-saham yang diberikan
freeport kepada orang papua ?
Hasil yang gemilang, emas yang banyak, ternyata
tak membawa Freeport pada sebuah jalan yang mulus. PT. Freeport Indonesia dari
tahun ke tahun selalu diumpat. Dikecam dan dikritik. Beberapa diantaranya
bahkan melakukan unjuk rasa menentang keberadaan Freeport. Pada beberapa
peristiwa, penembakan dan kekerasan juga mewarnai aktivitas karyawan dalam
areal PT. Freeport, penembakan, bahkan terhadap karyawan terjadi hingga membuat
seluruhnya angkat kaki dan cuti. Bagi sejumlah kalangan, insiden penembakan
yang terjadi berturut-turut itu dinilai tidak lepas dari rangkaian persoalan
ketidakadilan yang timbul akibat beroperasinya PT. Freeport Indonesia. “PT.
Freeport menimbulkan kejahatan ekologi, tragedi kemanusiaan dan penjajahan
ekonomi bangsa.
Hal ini saya menegaskan bahwa; Kekerasan yang
terjadi di Papua akibat adanya ketidakadilan dengan diberikan ruang sangat
besar oleh Pemerintah kepada PT Freeport untuk mengeksploitasi kekayaan tanah
Papua. “PT Freeport mengeksploitasi dan mengakses kehidupan politik, ekonomi,
dan sosial rakyat Papua. Ketika sudah kebablasan, pemerintah tidak berdaya.
Semuanya ini hanya dapat menghgancurkan Kekerasan, perusakan lingkungan, dan
ketidak adilan sosial.
Sejarah konglomerasi sumber daya alam Freeport
McMoran Copper and Gold melibatkan banyak pemegang saham, merger, juga
peralihan kepemilikan. Dalam pengoperasiannya, Freeport McMoran menduetkan
pebisnis dengan pejabat dan politisi di Amerika Serikat. Hal ini dimaksudkan
sebagai pelicin upaya ekspansi perusahaan dalam mengakumulasi kapital
dipelbagai penjuru dunia, tak terkecuali di Papua. Sebut misalnya, Henry
Kissinger, mantan Menlu Amerika Serikat, yang menjadi direktur perusahaan.
Dalam kiprahnya, Freeport McMoran berhasil menyediakan sekitar $730,000 bagi
anggota-anggota Kongres AS, meliputi Presiden Clinton (dulunya) dan Partai
Demokrat.
PT. Freeport Indonesia adalah anak perusahaan
yang didirikan oleh Freeport McMoran Copper and Gold Inc. Freeport Indonesia
telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang
Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988). Sejak eksplorasi
digulirkan PT. Freeport Indonesia, sejumlah kejahatan serius muncul. Pertama,
penghancuran terhadap lingkungan secara sistematik, terus-menerus, dan sengaja.
Kedua, kejahatan pelanggaran pajak. Ketiga, kejahatan kemanusiaan, berupa
pemusnahan hak dasar ketujuh suku di sekitar lokasi pertambangan PT. FI.
Bahkan, pada tahun 2003, PT Freeport Indonesia mengakui telah membayar TNI untuk
mengusir para penduduk setempat dari wilayah mereka. Lebih jauh, menurut
laporan New York Times pada Desember 2005, jumlah yang telah dibayarkan
senyampang tahun 1998-2004 mencapai hampir 20 juta dolar AS.
Seorang ahli antropologi Australia, Chris Ballard,
yang pernah bekerja untuk Freeport, dan Abigail Abrash, seorang aktivis HAM
dari Amerika Serikat, memperkirakan, sebanyak 160 orang telah dibunuh oleh
aparat militer antara tahun 1975–1997 di daerah tambang dan sekitarnya.
Pembunuhan tersebut berjalan dengan kemiskinan yang menimpa warga asli di
Timika. Torry Kuswardono, dan Siti Maimunah menyebutkan, sejak tahun 1971,
warga suku Amugme telah dipindahkan ke luar dari wilayah mereka ke wilayah kaki
pegunungan. Tak pelak, sejak itu, perlahan tapi pasti, kondisi alam Amungme
hancur melebur. Kehidupan suku Amungme, Kamoro, Dani, Nduga, Damal, Moni, dan
Mee (Ekari) pun makin terhimpit kemiskinan dan kesengsaraan tanpa batas.
Tengok saja. Saat orang Papua mencari rezeki,
menambang tailing di Kali Kabur Wanomen, mereka dihalau secara kasar oleh
Satpam PT. Freeport dan aparat keamanan Indonesia, mereka ditembak dan jatuh
korban. Tidak terbayangkan, yang mereka usir adalah saudara sendiri yang
mencari secangkir rezeki dari limbah gunung kemakmuran milik mereka. Apakah
untuk mendapat emas sebesar butir pasir di limbah industri PT Freeport, mereka
malah kehilangan nyawanya!
Rasa sedih menyergap manakala disadari ada kota
modern, Kuala Kencana, dekat Timika, tempat para petinggi PT. Freeport
bersemayam. Sementara 6-7 kilometer dari kota itu ada rumah yatim piatu Papua
yang taraf kehidupannya sama seperti sebelum mereka “ditemukan”. Dalam radius
itu, bisa ditemukan saudara-saudara kita yang masih mengenakan koteka.
Entahlah. Kapan semua itu berakhir? I love papua so much.
Penulis : Johan Kabor Byak. (Sumber: Lisa peares, dan New York Times )
0 thoughts on “Sudut Pandang Sejarah Kehadiran PT.Freeport Indonesia Membawa Pelanggaran Hak Asasi Manusia. ”