Frans Nawipa (Foto Dok Prib/KM)
|
Oleh : Frans
Nawipa
Kunjungan Presiden Indonesia, Joko Widodo (JOKOWI) ke Jayapura, Provinsi Papua 9-10 Mei 2015 lalu, mengagendakan peninjauan Pasar Pharaa di Sentani, Peresmian Gedung Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Papua, Peninjauan jembatan Holtekamp,
Peluncuran tiga “Kartu Sakti” dan pemberian grasi untuk lima tahanan politik
(TAPOL) Papua. Satu hari kemudian, Presiden Jokowi melanjutkan kunjungannya ke
Merauke dan Manokwari sebelum melanjutkan perjalanannya ke Papua Nugini.
Usai upacara penyerahan grasi kepada
lima tahanan politik Papua di Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Abepura, Sabtu (9/5/2015), Jubi berkesempatan melakukan
wawancara ekslusif dengan Presiden Indonesia ini di ruang VIP LP Abepura.
Langkah selanjutnya setelah pemberian grasi, Dialog Jakarta-Papua dan akses
jurnalis asing menjadi topik wawancara ekslusif Jubi ini.
Kunjungan tersebut, JOKOWI merasakan
persolan Papua sudah selesai hanya karena dua poin yang meyelesaikan, yakni
Pertama, bebaskan Tahanan Politik (TAPOL) dan
yang kedua membuka akses Jurnalis asing ke Papua.
Tetapi kedua poin itu, tidak sepenuhnya
diberikan, hanya setengah. Melainkan bagi TAPOL, musti diberikan garansi, sedangkan dalam kunjungan Jurnalis asing yang datang menyikapi
berita, juga menggarah ke sisi Politik Pembangunan, Politik
kesejahteraan. Sedangkan di sisi SEPARITIS dilarang, kemudian dilindunggi dengan norma-norma khusus dari Pemerinta pusat.
Sementara untuk Jurnalis Asing selama dan setiap kali dikunjungi
selalu diproses, dihukum dan diberikan tahan sesuai dengan ketetapan dari Konstitu tertentu.
Seharusnya Jokowi tidak membungkankan jalanya seorang jurnalis,
karena berdirinya wadah Jurnalis untuk mencari tahu dan menemukan titik terang insiden-insiden yang terjadi baik itu
positif maupun negatif yang terjadi di muka bumi ini, terlebih khusus di Tanah Papua.
Dalam kunjunganya, Jokowi menyatakan dengan
banyaknya pertanyaan atas persolan Papua.
Pertama, di Papua sudah tidak ada
masalah. Dialog untuk apa? “Saya
sudah sering ke sini, karena sudah berbicara dengan ketua adat, dengan pimpinan
agama, bupati, wali kota, semua sudah berbicara.” Kata jokow saat kunjungan di
papua. Artinya?
Kedua, tetapi itu tentang pembangunan dan ekonomi kan? Bukan tentang politik,
situasi politik. Presiden Jokowi: “Ya politik kita di Papua,
politik Pembangunan, politik kesejahteraan.“ Anda tidak akan membicarakan masalah yang lalu? Masalah yang dialami
rakyat Papua?Presiden
Jokowi : Tutup. Kita harus membuka lembaran baru. Kita harus menatap ke depan.
Terkait dengan di atas jokowi belum mampu
menyelesaikan persoalan di papua, kehadiran jokowi di papua hanya melukai hati
rakyat. Yang selama ini hidup di bawah tekanan Imperialisme, Kolonialisme NKRI, Milisterime
NKRI.
Dulu hingga sampai saat ini, Rakyat
Papua belum merasakan kepedulian dari negara klonial indonesia, dan belum
merasahkan kepuasan hanya karna
Pemerintah Indonesua gagal selesaikan Akar masalah Papua,
Jadi Jokowi harus menatap kebelakan,persoalan-persoalan
terjadi masalah perlu di meluruskan, apa
bila di lupakan, pasti persolan yang lampau itu bisa jadi sebua inggatan bagi anak cucu nanti dan bisa terjadi dampak antara
mereka, dicuriagai, dicemburu, dan egois antara, ras ke rasi lain, lani karna
persolan lampau, maka penting untuk memandang realita kehidupan kebelakan demi
mewujudkan masah depan yang kasih dan damai.
Papua Zona Darurat
PAPUA
ZONA DARURAT, kalimat yang pantas untuk mencerminkan situasi Tanah Air West
Papua hari ini, pembungkaman, penangkapan, dan pembunuhan merajalela. Berbagai
kekerasan terjadi sejak 19 Desember 1961 setelah pengumandangan Tri Komando
Rakyat (TRIKORA) yang secara sepihak, Ir. Soekarno mengklaim wilayah Papua
Barat di Alun-Alun Utara Kota Yogyakarta.
Invasi
militer besar-besaran ke seluruh wilayah Papua Barat terus dilakukan dengan
penambahan MAKODAM dan MAKO Brimob yang kemudian membantai Rakyat Papua demi
menguasai territorial West Papua. Rakyat Papua hingga hari ini masih berada
dalam pembungkaman besar-besaran ruang-ruang public, termasuk ruang demokrasi
dan akses jurnalis asing ke Papua Barat di saat Orang Asli Papua menjadi
minoritas.
Tanggal
1 Mei 2015 Rakyat Papua Barat dalam rangka mengutuk hari pencaplokan atau
penyerahan kekuasaan sepihak dari UNTEA ke dalam Indonesia, aksi penangkapan
dan pembungkaman ruang demokrasi dilakukan, bahkan penutupan akses jurnalis
asing pun diterapkan demi membungkam Suara Rakyat Papua.
Di
Merauke, 16 orang aktivis termasuk ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Merauke
dan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Merauke malam pukul 01.00 WP. Di Manokwari, 12
Orang aktivis di tahan saat membagikan selebaran aksi tanggal 1 Mei 2015.
Di Kaimana 2 orang aktivis Kaimana ditahan
karena hendak melakukan
aksi mimbar bebas
dalam rangka mengutuk pencaplokan Indonesia atas wilayah
Papua Barat. Di Jayapura 30 Orang
aktivis termasuk Jubir
Nasional KNPB ditangkap saat menggelar demonstrasi damai.
Jumlah penangkapan pada 1 Mei 2015, sekitar 269 orang ditangkap kepolisian
Indonesia, hanya karena menyatakan menolak pencaplokan Indonesia atas tanah air
dan manusia Papua.
Penulis :
Sekertaris Umum (AMP) Komite
Kota-Jakarta Frans Nawipa, Mahasiswa
Papua, Kulia di Papua
0 thoughts on “Jokowi Jangan Bersenang Demi Persoalan Papua, Sebab Belum Selesai”