Oleh :Agustinus Kadepa
Opini,(KM)--Saling menipu
bukan lagi hal asing, melainkan karena alasan tertentu yang harus di sembunyikan.
Pemerataan dijadikan jembatan yang berpaling, sehingga keheningan masyarakat di plosok
semakin berduri tajam seakan saling memangang darah, penguasa hanya
dapat lucu dari kursi hijau tentunya merasa berhasil dunia kecilnya tercipta di
masyarakat. ( Hasil renung).
Keutuhan suatu kehidupan sosial
lingkungan berangkat dari suatu komitmen atara dua bela pihak atau lebih untuk
menjaga kekerabatan yang tentunya sangat akrab untuk memulai hidup bersama yang
artinya tidak mencela satu dengan lainnya dalan situasi dan kondisi apapun,
sebagai mana sudah tertera dalam ideology Indonesia
yang disebut dengan Pancasila. Isi ideologi itu menjelaskan banyak tentang
kesetaraan manusia khususnya di Indonesia. Untuk mengenal lebih jauh
orang Indonesia
diajarkan dengan pelbagai bentuk pengajaran di instansi persekolahan, Instansi
pemerintaha dan lembaga lainnya yang berperang penting seperti TNI, POLRI.
Tidak cukup hanya belajar dan mengetahui ajaran ideologi tadi, namun perlu ada
praktek ontentik di lingkungan masyarakat luas
setidaknya di lingkungan pelayanan.
Kewenangan pelayanan yang di
berikan tentunya merupakan tanggung jawab yang di pundaki untuk kembali
memberikan suatu pelayanan baik sehingga harapan bersama tetap berjalan
maksimal dan tidak menyimpang dengan alasan tertentu, dengan demikian
masyarakat merasakan kesetaraan hidup dalam pelayanan yang telah di berikan.
Untuk itu di perlukan suatu pengetahuan maksimal yang tanggap terhadap
perkembangan situasi nasional maupun daerah. Mengapa demikian? Jika, meneliti
lebih kedalam mengenai persoalan Jakarta- Papua dan Papua- Jakarta akan menjumpai
lapisan persoalan yang belum terselesaikan dan sedang dicipakan oleh kedua
kubuh itu sendiri. Hal ini terimplikasi kepada korban nyawa manusia yang
semakin bertambah bukan mengurangi, maka lahirlah politik adu domba alias
saling menyalakan, Jakarta menyalakan Papua dan sebaliknya Papua menyalakan
Jakarta sehingga di ruang- ruang konflik itu, di jadikan momentum untuk
menciptakan dunia kecil yang nantinya menggebarak manusia untuk rasa.
Di tengah kondisi seperti itu,
penguasanya lalu-lalang untuk pulang pergi Jakarta-Papua dan Papua-Jakarta
tidak ketahui kepentingannya sedang melakukan apa. Masalah akhir-akhir
ini,seperti perusahan raksasa milik Amerika alias PT. Freeport Indonesia,
pembunuan 4 pekerja jalan trans Puncak Jaya- Puncak Papua yang sementarai ini
memanas di Papua pun masih saja belum terjawab maksimal, yang tercipta hanyalah
saling tudu-menudu kemudian masyarakatnya jadi mengganga. Melihat dari
persoalan diatas, semua penguasa dapat di nyatakan hanyalah mencari sebuah
kehormatan di tengah rakyat yang menganga dengan kondisi minimalis yang
diciptakannya. Setiap pernyataan yang di keluarkan, tidak berujung pada
kenyamanan manusia, namun beraklak pada suatu keinginan demi kejayaan semata.
Perlu di garis bawahi bahwa
konflik horsontal yang terjadi,bukan naturalis namun di buat oleh sekelompok
orang yang menginginkan masalah itu terjadi, sehingga dalam kedaan masalah itu,
di gunakan sebagai suatu ruang dimana dapat menjalankan seluruh rancagan
program yang di buat sebelumnya, untuk menyolitkan kekuatan politik di tengah
masyarakat, di pusat maupun daerah. Setelah terjadi masalah, pengkelabuan mulai
menonjol di tengah publik sebagai hasil kekuasaannya. Oleh karena itu, nasib
masyarakat jelata tidak terkontrol dengan baik sebab masalah yang terjadi adalah
penguasa lawan penguasa yang tidak ada kata win-win solution, yang ada hanya
saya harus menang dalam waktu enggang di balik nuansa penderitaan
masyarakat.
Kepada siapa rakyat papua
bergegap, bila kondisi seperti ini terus terjadi. Kemungkinan yang terjadi
adalah intraksi pertikaian antara kelompok dengan kelompok yang di fertilisir
oleh para penguasa tadi. Semakin gubruknya lingkungan sosial tentunya generasi
baru pun pasti terikut dalam, untuk mejalankan pekerjaan tak bermoral dengan
indikasi pekerja radikalis mebela pengusa, tidak secara normatif pekerja sosial
sebagai agen reformalis tetapi berunjuk pada pembelaan kedok probematik sosial
di tenga kehidupan masyarakat. Dengan demikian masalah tersebut secara langsung
maupun tak lansung akan mewabah masyarakt khususnya generasi orang muda Papua
dengan suatu alasan tersembunyi.
Penulis sebagai generasi mudah,
ingin sampaikan dalam tulisa kecil ini, bahwa situasi yang terjadi,bukan
terjadi secara naturalis namun ada buatan saksama dari orang-orang tertentu
dengan keinginan tertentu pula. Seakan orang-orang tersebut akan menjadi bodok
di hadapan masyarakat luas dengan memutarbalikan fakta diatas kepalsuan mereka,
sehingga perlu ada pengetahuan pembacaan situasi yang mengembara sekarang ini.
Saya sendiri telah mengamati secara langsung di lapangan dan dari berbagai
media, dengan demikian sebagai refrensi umum yang saya dapat berikan kepada
kita semua bahwa nyatakan motivasi baik anda dengan cara-cara yang mudah di
mengerti untuk masyarakat Papua umumnya dengan landasan teory situasional yang
beranggapan positif. Mungkin ini akan di cerna baik oleh rakyat sehingga dapat
tercipta saling penguruh satu dengan lainnya untuk mempertahankan martabat
rakyat.(KM).
Penulis adalah Mahasiswa Papua,Kuliah di Yogyakarta.
0 thoughts on “Lalu-lalang Penguasa Beretika Beradab, Sembunyikan Aklak”