Hati manusia pusat dari berbagai rasa,Editing Umagi/KM |
Oleh Silverster W Kadepa
Artikel, (KM)--Cerita hidup ditanah orang, sakit menyakiti yang
berlebihan namun dibalik itu dapat menghasilkan buah kasih sayang, pengampunan,
pendamaian dan cinta kasih......!!!
“Saya selalu menyakiti Abang. Selalu menjatuhkan.
Saya pikir di mata Abang tak ada gunanya. Tetapi Abang selalu penuh kasih
sayang. Sama halnya juga dengan saya, Abang menyakiti saya, menjatuhkan di
depan publik, tetapi selalu mengampuni dan bersambung kembali dalam kasih dan
damai.” Dia menceritakan saat makan malam bersama di depan kampus STTNas Yogyakarta.
oleh Silvester W Kadepa kepada wartawan KM. Kamis, 22 september 2016. Pukul
06.00 WIB)
Hidup manusia ibarat seperti
gelombang air di laut. Kadang selalu mengalami kesakitan, penderitaan, ketidak
senangan antara sesama. Selalu menceritakan
kelemahan orang. Sama saat seperti gelombang air turun. Bukan itu saja
tetapi manusia juga selalu mengalami kesenagan, kedamaian dan kesejahtraan dalam hidup. Itu sebagai saat gelombang air turun.
Jadi, kata orang hidup membutukan suatu perjuangan yang keras untuk merubah
dari sikap penderitaan dan meningkatkan nilai kedamaian.
Mengapa dapat di gunakan hidup ini
sebagai ibarat gelombang air laut, karena terasa bahwa hampir mirip dan persis
seperti kehidupan yang saya alami. Kalau
bukan saya yang mengalami untuk apa saya menulis opini singkat ini. Maka itu,
apa yang saya alami dan dirasakan boleh menjadi pengetahuan dan pembelajaran
untuk kita semua.
a. Hubungan Saya Bersama Abang
Hubungan kami sangat dekat. Kami
berasal dari satu keluarga. Bukan bapa mama yang satu, tetapi tete nene moyang
leluhur kami satu. Tempat kelahiran tidak jauh diantara kami. Bila ada waktu
selalu bertemu dan bermain bersama saat-saat umur masih kecil. Permainan yang
perna kami main adalah, lompat tali, main kelereng, jadi jadian, berburuh dll,
heheheh, biasa to anak kecil ???
Dulu kami duduk dan jalan bersama
sejak masih kecil terbahwa sampai dewasa
ini. Selalu berkomunikasi untuk tanya menyanya apa kabar, posisi dan sedang
apa. Hal ini menjadi kebiasaan dalam perjuangan di tanah merantau. Itulah hubungan
kami tetap terjaga, muda mudahan sampai hayat.
b.Siapa Senang Siapa Derita
Awal saya sudah katakan bahwa senang
dan menderita adalah dua kata yang selalu bersama dalam perjuangan hidup. Saat ada
uang kehidupan di jadikan sebagai
anugrah terbesar, tetapi saat tidak ada uang kehidupan di jadikan sebagai
sesuatu yang berat dan tidak ada manfaatnya dalam hidup. Pada hal yang di
tuntut untuk kehidupan ini adalah menjadikan diri sebagai penuntut atau proses
dari semua cobaan. Siap menerima apa adanya dan dapat di jadikan sebagai
sesuatu hal yang luar biasa.
PENGALAMAN apa yang saya lihat dan baca dari gaya hidup
Abang saya. saat ada uang, wajah tidak seperti semula, ceriah dan lucu dan gaya
memakai baju lain dari pada yang sebelumnya. Itu dapat di perkirakan bahwa Abang
mempunyai uang. Saat itupun saya mencari solusi untuk mengambil alasan, bahwa
saya sakit perut karena belum makan, belum minum. Ataupun alasan lain, saya
tidak pergi kampus karena belum punya harga bensin. Saat itupun bergerak hati
kecil untuk memberi kertas putih bentuk rupiah. Banyak orang memperkirakan
bahwa orangnya diam galak jadi mungkin
hatinya pun demikian, padahal nyatanya Abang memiliki nilai kasih yang penuh
terhadap orang yang menderita dan susah. Abang orang murah pengampun, murah
senyum dan muda lupa masalah.
Saat Abang tidak mempunyai uang sama
seperti begitu. Abang selalu datang kepada saya, selalu mengunakan bahasa
bahasa tersentuh. Dia sudah tahu apakah saya ada uang atau tidak. Dapat di
lihat dari beberapa gerak gerik saya dan gaya saya itu seperti apa saya juga
kurang memahani, tetapi Abang ini sudah mengenal sampai dalam karena Abang baik,
sayapun selalu menerima dengan penuh kasih sayang sesuai apa adanya buat
dirinya tanpa tertutup tutup.
d. Menyakiti dan Disakiti
Dirinya selalu baik buat saya tetapi
selalu menyakiti hati Abang saya. Mengapa ?? saat mengunjungi tempat tinggal
selalu membawa celana dan baju tanpa berkata. Saat disuruh beli makan kadang
bawah lari uang. Saat disuruh ambil uang di Bank sejumlahnya tetapi kadang
ambil lebih dari itu tanpa se-izin. Saya ini manusia tidak benar rasanya tetapi
di Abang selalu mengampuni sifat saya. Abang saya tidak lihat orang lain seperti
diri-Mu. Hati yang penuh kasih, penuh tabah, penuh cinta dan penuh pengampun.
Sangat sangat dan sangat...teruskan
Demikian juga, saat Abang mengunjungi
tempat tinggal saya, kadang bawah barang tanpa seizin pemilik. Rasa saya juga
disakiti tetapi terasa pula juga, bahwa Abang baik buat saya maka harus
menunjukkan sikap penuh pengampun terhadap Abang juga.
e. Abang sudah Selesai Kapan Adik Wisuda
Di siang bolong kesunyian menimpa
diri terasa menyendiri sendiri di kota gudeg. Abang memanggil ke kos untuk
berhibur. Saya kesana mengabulkan ajakan untuk duduk bersama, karena saat itu
saya sunyi sepi sendiri. Sampai tiba disana Abang sibuk dengan kertas putih
dengan tulisan “SKRIPSI”. Adik bagus adik saya, banyak pengalaman yang kita
lalui bersama di tanah ini. Saat-saatnya untuk berpisah bersama adik. Abang
ingin tanya, KAPAN ADIK WISUDA ??? Saya sedikit lagi pulang Papua, nanti siapa
yang ingin bermain bersama-Mu, orang tukang tipu, tukang berbohong, tukan
mencuri. Hanya Abang sendiri yang menyukai diri-Mu. Abang berpesang, Jaga
sikap, jaga mulut, jaga diri, maka diri-Mu akan dewasa dan di percaya oleh
orang lain. Abang merindukan-Mu. Adik itu, penguji jiwa, penguji iman, penguji hidup.
Abang banyak belajar untuk hidup tabah setia dan menahan emosi. Terimakasih
adik, engkau sudah mendewasakan diri saya.
Saat mendengarkan kata perkata,
kalimat per kalimat, jatuh air mata berderas di pipih tak henti hentikan. Terasa tidak mau ingin
pulang ke tempat tinggal, sehingga saya bermalam bersama abang dua hari dua
malam berbincang bincang seputur “Kapan Adik Wisuda”
Cerita ini masih panjang tetapi saya
menulis segaris besar saja. Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang merantau di
tanah orang. Saya sebagai penulis Silverter W Kadepa dan nama Abang sebagai
“Merpis Kadepa” (Umagigobai/KM)
0 thoughts on “Hidup Merantau dan Derita di Balik Kasih Sayang”