Ilustrasi Ijazah Palsu, (www.google.com)/Umagiyinagobai/KM |
Oleh
Silvester Watagai Kadepa
“Membunuh
diri sendiri dari membeli ijazah palsu, kapankah sumber daya Manusia akan MAJU.
Stop membeli ijazah palsu dan mari belajar dengan hal baru demi kemajuan
karakter orang dan pembangunan ditanah Papua.”
kasus
Institute Manajemen Global Indonesia (IMGI) yang melakukan praktik pendidikan
fiktif dan memproduksi ijazah palsu jadi bangsa west papua jangan terpengaruh
dengan ijazah kepalsuan yang beredar di tanah papua.
Umumnya
pada bayar bayarang stop bayar bayaran SDM Papua sanggat Minim, maka itu papua
membutukan ilmu pasti maupun ilmu sosial bukan beli ijazah. Tak
tanggung-tanggung, 5000 nama diduga telah menjadi klien dan sukses memperoleh
dan mempergunakan ijazah palsu produksi institut ini. Dan yang lebih hebat
serta mencengangkan, bahwasanya IMGI mampu mencetak sarjana tidak hanya strata
satu, melainkan juga sarjana sekaliber master dan program doktoral hanya dalam
tempo beberapa bulan saja. Tentunya, tidak ada istilah gratis untuk itu semua,
karena untuk mendapatkan gelar tersebut, seorang mahasiswa harus menyetorkan uang
mulai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Memilik
keberanian dan kekuasan jaringannya, serta deretan nama pengguna jasa institut
ini, di mana di dalamnya terdapat beberapa nama tokoh penting mulai dari
politisi, hingga polisi. Artinya bahwa praktik jual beli ijazah dan pendidikan
tinggi fiktif ini telah mendapatkan legalitas dan pengakuan dari masyarakat
maupun dari pemerintah kolonial penipuan kepada papua maka generasi pejuang
harus berjuang yang benar jangan terpengaruh dengan cara klonial ini.
Ijazah
aspal dan gelaran yang melekat di balik nama seorang kliennya dengan demikian
akan dihargai setara dengan alumni perguruan tinggi ternama dengan aspek
legalitas diakui.
Terungkapnya
jaringan pendidikan fiktif ini semestinya membuka kesadaran sekaligus
kewaspadaan kita, bahwa kasus serupa di Tanah Air tercinta di Papua ini
sangatlah banyak. Bisa jadi, IMGI hanyalah satu di antara sejuta penyedia
layanan perguruan tinggi fiktif. Fenomenanya tak ubahnya sebuah puncak gunung
es, di mana gunung jauh di sana, di kedalaman samudera kehidupan bangsa ini,
kasus serupa luar biasa banyaknya. Hanya saja, karena teramat banyaknya semua
telah dianggap sebagai hal biasa padahal negara kolonial ini membunuh kami anak
mudah Papua pada umumnya lapisan masyarakat Papua.
Mengapa
terjadi ini karena isi hati negara Indonesia kami orang Papua tidak maju dalam
dunia pendidikan dan mereka di jadikan papua sebagai ladang mereka maka itu orang
Papua sadar dan tekun pada jurusan berlangkah agar menguasai alam Papua ini
sesacara otomatis.
Kasus
pendidikan fiktif dan ijazah palsu setidaknya mengindikasikan betapa carut
marutnya dunia pendidikan di negeri ini. Kita dapat mengkajinya, setidaknya
dari dua perspektif.
Pertama,
kualitas sistem kontrol dan kebijakan dari pemerintah, Semestinya pemerintah,
dalam hal ini Depdiknas, benar-benar mengontrol dan mengawasi dengan ketat,
semenjak berdirinya sebuah lembaga pendidikan, pada proses belajar-mengajar,
hingga kualitas lulusannya. Dalam kasus IMGI ini, kita menyaksikan betapa buruknya
sistem kontrol dan kebijakan pemerintah, sehingga memunculkan kecurigaan telah
terjadi praktik kolutif yang manipulatif, sehingga sedemikian banyak sarjana
gadungan telah tercetak.
Kedua,
aspek moralitas yang semakin sulit kita temukan di masyarakat kita, hingga di
dunia pendidikan sekalipun. Ijazah palsu dan pendidikan fiktif ini pun
sejatinya hanya sebagian kecil dari masalah moralitas yang dihadapi dunia
pendidikan kita yang tampil dalam sosok yang vulgar dan berani melawan hukum.
Namun, apabila kita mencermati lebih jauh dunia pendidikan kita, pendidikan
yang formal legal dan terpandang sekalipun, kita akan disugani fakta betapa
aspek moral yang benar-benar. Kita yang pernah menikmati bangku sekolah apalagi
seorang pengajar paham benar betapa dunia pendidikan kita benar-benar rapuh
dari sisi moralitas.
Kasus
kecurangan dan pelanggaran akademis seperti mencontek, perjokian, kerja sama,
perbantuan hingga ijazah palsu sudah sedemikian marek, sebuah kelaziman,
sehingga tidak lagi dipandang sebagai sebuah anomali yang menyimpang dari
norma.
Tanyakanlah
pada diri kita dan putera-puteri kita, adakah mereka melakukan kecurangan
akademis dengan mencontek ketika ujian di sekolah? Seandainya mau jujur,
barangkali jawabannya akan mencengangkan kita. Dimulai dari hal-hal kecil yang
remeh-temeh dan dekat dengan kita inilah, kualitas pendidikan negeri ini
sejatinya tengah terdekonstruksi dengan massifnya.
Kompetensi
Pendidikan adalah sebuah proses transfer ilmu pengetahuan antar generasi.
Kompetensi, keahlian dan penguasaan mendalam atas sebuah ilmu tidak bisa
terjadi begitu saja, namun harus melalui tahapan tahapan kurikulum, program
pengajaran serta strategi belajar-mengajar yang dirancang dengan baik. Proses
transfer ilmu pengetahuan ini jelas akan memakan waktu yang cukup panjang dan
tidak mungkin dicapai dengan metode instan, apalagi dibeli dengan lembaran kertas
rupiah.
Umagiyinagobai/KM
0 thoughts on “KAPAN MAJU, Papua Tertipu Dengan Ijazah Palsu ”