Duk.Penulis/KM |
Artikel,(KM) - Karena etika pemerintah dan politik hilang di mata Mahasiswa hukum di Uncen
Jayapura-Papua, maka, disini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintah yang bersih, efisien
dan efektif serta menumbuhkan suasana divestasi dan saham yang bercirikan
keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat adat, menghargai
perbedaan, jujur dalam persaingan, keadilan untuk menerima pendapat yang lebih
hakiki dan benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan
hak dan kewajiban dalam divestasi pada berbangsa.
Rute tengah
dari instansi memberikan Izin Usaha Pertambangan khusus (IUPK) sebab
musab yang mirip kontrak karya PT. Freport Indonesia tidak membuahkan hasil. Freeport diproklamasikan menolak mengfaedahkan izin
exspor dan justru merumahkan pekerjaannya.
Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengatakan, pemerintah sudah memberikan hak yang
sama dengan kontrak karya di dalam IUPK Freeport. Namun, Freeport kukuh
menolak IUPK dan menuntut tetap diberlakukan kontrak karya.
Kendati
pemerintah telah memberikan hak yang sama dengan kontrak karya, tetapi perintah
musti ditinjau kembali hak kodrati adat dalam hukum adat, dan penolakakn
terjadi dan muncul karena PTFI tidak terima dengan aturan hukum
divestasi desus Alternaf penyelesaian sengketa selanjutnya disebut arbitrase.
sehingga
itu, pemerintah indonesia sesegera tuntaskan divestasi 51 persen yang tercantum
dalam karya kontra pertama selaras dengan hukum kodrati adat menurut hak
masyarakat adat. Masyarakat hukum adat sedang menanti tuntutan-tuntutannya yang
belum pernah direspon dan sahut sampai saat hari ini.
Memang ada
perubahan ketentuan pelepasan saham kepada pihak ketiga ( Divestasi )
Freeport. Dalam kontrak karya pertama 1991, sejak mulainya pada tahun
1973. Selama ini, sejak 1991 saham yang diwajib divestasi hanya 30 persen.
Pemerintah indonesia jangan berdiam diri dihadapan hasil kekayaan terbesar yang
ketiga didunia , yaitu PTFI di Tanah Papua. Pemerintah
Indonesia segera menyelesaikan masalah PTFI dengan sifat keterbukaan dalam
kejeniusan untuk tuntaskan tuntutan-tuntutan apa pun yang dituntut itu.
sehingga, dari masyarakat adat sejati, hukum kodrati adat menuntut masalah
investasi PTFI itu bukan ukuran yang salah
melainkan selaras dengan mekanisme litigasi hukum bukan non litigasi menurut
hukum Alternative Penyelesaian Sengketa pada konteks ini di lerevansikan dengan
disvestasi serta saham baik asal nasional maupun asal internasional. maka, sebagaimana pemerintah atau pihak-pihak yang berwenang sesegera
litigasikan untuk penyelesaiannya sesuai mekanisme nilai-nilai adat yang
telah termuat dalam hukum tidak tertulis yang sedang hidup ditengah-tengah
pradaban budaya manusia di dunia (Papua).
Diharapkan
dari etika ekonomi dan bisnis kepada para pihak-pihak yang berwenang penuh
untuk buat regulasi, jika buat regulasi jangan fatalkan dari
tindakkan-tindakan, seperti peraktek-peraktek monopoli, oligopoly, regulasi
ekonomi berlatarbelakangi disvestasi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi
dan nepotisme, diskriminasi yang berdampak negative terhadap efisiensi, persaingan
disvestsi sehat dan sebagainya.
Kewenangan
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang ada dibawah payung hukum nasional,
kokohkan kewenangan itu pada Peraturan Daerah khusus (Perdasus) Normor 20 tahun
2008 tentang pengakuan pradilan adat Papua dan saling erat kaitannya juga
dengan UU No.21 Tahun 2001 tentang Otsusus pada pasal 38 sampai pasal 42, dibicarakan
tentang perizinan, perekonomian, bahkan BUMN dan BUMD. Perlindungan hak-hak
masyarakat adat Papua dimuat dalam Pasal 43 dan pasal 44 UU No.21 tahun 2001
tentng Otsusu bagi Papua, Distulah dilihat juga hak dan kewajiaban hak asasi
manusia yang termuat juga dalam Pasal 45, pasal 46, dan pasal 47 dalam
Undang-Undang Otsusus bagi papua tersebut.
Hal
kewenangan itu di jelas dimuat dalam pasal 4 UU No. 21 Tahun 2001 tentang
Otsusu bagi Papua tetapi kenyataannya menjadi kewenangan bagi asing sehingga
regulasi hukum pun kini telah fatal. Diharapkan pemerintah sebagai payung
hukum dari pengelolaan lingkungan hidup di lingkungan hidup Disvestasi
PT. Freeport Indonesia di pangkuan pertiwi Papua ini, sehingga membangun SDM
dengan urgen dan menjadi fenomel yang benar bukan menjadi fenomenal fiktif.
Deposit tambang
terkaya dan raksasa di muka bumi, memberi makan ribuan juta orang di muka
bumi,sebenarnya disisi pelayanan bahwa Papua menjadi berkat bagi dunia dan
bangsa-bangsa. PT.Freeport Indonesia merupakan perusahaan afiliasi
dan Freeport-McMoRan yang sejak 51 tahun silam (Maret 1965-2017)
beroperasi menggali kekayaan perut bumi Dagamogo alias Tembagapura Papua (
Emas,Tembaga, dan Nikel) terbesar di dunia.
Sementara itu, Yulinus (Mahasiswa Hukum Uncen), berperspektif bahwa perlu mengkaji secara akademisi pada etika
penegakan hukum yang berkeadilan dengan maksud untuk menumbuhkan kesadaran
bahwa tertib antara kewenangan yang lebih tinggi dan tinggi pada sosial adat. Ketenangan
dan keteraturan hidup disvestsi bersama hanya dapat diwujudkan dengan
ketaatan terhadap rana hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada
keadilan.
Keseluruhn
aturan hukum yang menjamin tegaknya supermasi dan kepastian hukum sejalan
dengan upaya pemenuhan rasa keadilan Disvestasi yang hidup dan berkembang di
dalam masyarakat adat.
Hal ini
mengacu pada petah lidahnya Presiden Direktur PT.FI. Smelter harus dibangun di Papua. Tim Divestasi yang dibentuk menteri ESDM
RI, harus ada keterwakilan orang Papua perpanjangan kontrak karya PTFI 2019
harus dilibatkan Pemprov Papua dan Papua Barat bersama masyarakat adatnya.
Seakan-akan
terus mengemis memimta sebidang kekayaan mereka namun sulit di berikan, hal
ini sungguh sadis dan kejam dan tidak berhati bijak, tidak berpikir jenius, tentang
itu terlihat dengan begitu sulit upaya pemerintah Provinsi Papua yang
berupaya agar PTFI Memberikan dampak kontribusi bagi pembangunan Papua namun
sampai saat ini di Jakarta tidak peduli, dengan pasal 33 dan Pasal 33
ayat 3 UUD RI 1945, di karenakan satu dengan multi alasanya.
Pemerintah
Indonesia dan pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati,
melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Hak-hak
masyarakat adat tersebut, meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak
perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Pelaksanaan
hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, dilakukan oleh penguasa
adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat
setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas hak ulayat yang diperoleh
pihak lain secara sah menurut tatacara dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Penyediaan
tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan
apapun, dilakukan melalui musyawarah
dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh
kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya.
Pemerintah Indonesia atau pusat dan pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota
memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian sengketa tanah ulayat dan
bekas hak perorangan serta sengketa Disvestasi secara adil dan bijaksana,
sehingga dapat dicapai kesepakatan /konsensus yang memuaskan para pihak yang
bersangkutan.
Perlu
Pemerintah Pusat, dan pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupten/Kota /daerah
berwenang mengokohkan regulasi untuk membicarakan sengketa Disvestasi PTFI
dengan berhati bijak dilandaskan dalam berkewajiban melindungi hak kekayaan
intelektual adat bagi orang asli Papua sesuai dengan rana hukum dan supermasi
hukum serta peraturan perundang-undangan berlaku.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum di UNCEN Jayapura - Papua
0 thoughts on “Selesaikan Masalah PTFI Dengan Berhati Polos Tinggikan Keadilan ”